WEWENANG DAN DELEGASI Asep Solehudin

Ø Pengertian Wewenang, Kekuasaan dan Pengaruh

– Pengertian Wewenang
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi. peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka.

– Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting dalam manajemen. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu di dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan manager yang menginginkan peningkatan jumlah penjualan adalah kemampuan untuk meningkatkan penjualan itu. Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih. Dikatakan A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat menyebabkan B melakukan sesuatu di mana B tidak ada pilihan kecuali melakukannya. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok lain.
Kekuasaan amat erat hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini harus dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk memerintah secara sah.

1. Lini/garis (line organization)
Suatu bentuk organisasi dimana kepala eksekutif (chief executive) dipandang sebagai sumber wewenang tunggal, segala keputusan/kebijakan dan tanggung jawab ada pada satu tangan

Sifat/ciri-ciri :
1. Organisasi kecil,
2. Jumlah pegawai sedikit,
3. Pemilik biasanya menjadi pemimpin tertinggi dalam organisasi,
4. Hubungan kerja bersifat langsung (face to face relationship),
5. Spesialisasi yang dibutuhkan rendah,
6. Anggota organisasi saling kenal mengenal,
7. Tujuan sederhana,
8. Alat-alat sederhana,
9. Struktur organisasi sederhana,
10. Produksi yang dihasilkan belum beraneka ragam,
11. Pimpinan organisasi seorang tunggal,
12. Garis komando ke bawah kuat,

2. Organisasi staf (staff organisazition)
Adalah suatu organisasi yang mempunyai hubungan dengan pucuk pimpinan dan mempunyai fungsi memberikan bantuan, baik berupa pemikiran maupun bantuan yang lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai tujuan secara keseluruhan (tidak mempunyai garis komando ke bawah/ke daerah-daerah). Staf yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yany tugasnya memberi nasehat dan saran dalam bidang kepada pemimpin dalam organisasi.
Ciri-ciri organisasi lini dan staf:
a. Organisasi besar dan kompleks
b. Jumlah karyawannya banyak
c. Hubungan kerja yang bersifat langsung tidak mungkin lagi bagi seluruh anggota organisasi
d. Terdapat dua kelompok besar manusia di dalam organisasi: 1) Line Personal; 2) staff personal yang melaksanakan fungsi-fungsi staf (staff function)
e. Spesialisasi yang beranekaragam diperlukan dan dipergunakan secara
maksimal

3. Organisasi fungsional (fuctional organization)
Organisasi Fungsional adalah organisasi yang susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi tersebut, misalnya fungsi produksi, keuangan, administrasi dn lain-lain. Dalam organisasi ini seorang tenaga pengajar tidak hanya bertanggung jawab kepada satu atasa saja. Pada organisasi ini pemimpin berhak memerintahkan semua para tenaga pengajar/para karyawannya, selama masih dalam hubungan pekerjaan.

Sifat/ciri-ciri :
Ciri-ciri organisasi fungsional adalah sebagai berikut :
1. Organisasi kecil
2. Di dalamnya terdapat kelompok-kelompok kerja staff ahli
3. Spesialisasi dalam pelaksanaan tugas
4. Target yang hendak dicapai jelas dan pasti
5. Pengawasan dilakukan secara ketat
6. Tidak menjamin adanya kesatuan perintah
7. Hemat waktu karena mengerjakan pekerjaan yang sama.

Ø Kelemahan Struktur Organisasi Lini, Staff dan Fungsional

Struktur organisasi merupakan suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.

Adapun bentuk-bentuk organisasi diantaranya :
a. Organisasi Lini
Organisasi lini adalah suatu bentuk organisasi yang didalamnya adanya batasan yang jelas antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan bertanggung jawab atas segala kegiatan organisasi dan mempunyai hak untuk mengambil keputusan dan wewenang lalu, bawahan harus mematuhinya.

Kekurangan dari organisasi lini adalah kurangnya seorang pimpinan yang berpengalaman dan berpengetahuan luas, adanya kecenderungan untuk seorang pimpinan untuk bertindak otoriter/dictator,dalam pengembangan suatu bawahan kurang mendapat perhatian, karena mereka tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan kurang bebas dalam melakukan tindakan.

b. Organisasi lini dan Staff
Perpaduan antara struktur organisasi garis dengan struktur organisasi fungsional dengan bantuan staff. Keburukan Organisasi Lini dan Staf, yaitu :
Struktur organisasinya sangat rumit, adanya kemungkinan pimpinan staf melampaui batas kewenangannya, dan perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi karena kedua jenis hirarki sering tidak seirama dalam memandang sesuatu .

c. Organisasi Fungsional
Organisasi Fungsional adalah organisasi yang susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi tersebut,Dalam organisasi ini seorang tenaga kerja tidak hanya bertanggung jawab kepada satu atasan saja. Pada organisasi ini pemimpin berhak memerintahkan kepada para tenaga kerja/para karyawannya, selama masih dalam hubungan pekerjaan.Sehingga seorang pekerja dapat saja diperintah oleh lebih dari satu atasan sesuai dengan keahliannya.

Keburukan Organisasi Fungsional, yaitu :
Tidak adanya satu kesatuan perintah antara atasan yang satu dengan atasan lainnya dalam memerintahkan suatu tugas sehingga menyebabkan bawahan mengalami kesulitan dalam melaksanakan perintah,

Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.

Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang. Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan. Berikut ada tips bagaimana mengusahakan agar para atasan mau mendelegasikan wewenang

Pendelegasian (pelimpahan wewenang) merupakan salah satu elemen penting dalam fungsi pembinaan. Sebagai manajer perawat dan bidan menerima prinsip-prinsip delegasi agar menjadi lebih produktif dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Delegasi wewenang adalah proses dimana manajer mengalokasikan wewenang kepada bawahannya.

Ada empat kegiatan dalam delegasi wewenang:

1. Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan;

2. Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;

3. Perawat/bidan yang menerima delegasi baik eksplisit maupun implisit menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab.

4. Manajer perawat/bidan menerima pertanggungjawaban (akontabilitas) atas hasil yang telah dicapai.

Ada beberapa alasan mengapa pendelegasian diperlukan.

1. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri.

2. Agar organisasi berjalan lebih efisien.

3. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting.

1. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau keberhasilan.

Manajer perawat/bidan seharusnya lebih cermat dalam mendelegasikan tugas dan wewenangnya, mengingat kegiatan perawat dan bidan berhubungan dengan keselamatan orang lain (pasen). Oleh karena itu sebelum mendelegasikan tugas/wewenang hendaknya dipahami benar tingkat kemampuan dari perawat/bidan yang akan diberikan delegasi.

DESENTRALISASI Vs SENTRALISASI

/doc/ /Keunggulan-Dan-Kelemahan-Sentralisasi-vs-Desentralisasi
HUBUNGAN KEKUASAAN PUSAT – DAERAH

Sentralisasi versus Desentralisasi

Berdasarkan pemikiran di atas, maka kedepan Indonesia harus melakukan relokasi kekuasaan dari negara ke unit-unit pemerintahan yang lebih kecil, karena itu sudah merupakan kehendak jaman. Model sentralistis yang selama diprektekkan oleh pemerintah tidak dapat lagi dipertahankan. Alasan-alasannya antara lain:
Kelemahan utama konsep sentralistis adalah karena sangat kaku (rigit) sehingga sulit berartikulasi secara optimal terhadap dinamika lingkungan. Konsep sentralisasi sulit mengelola berbagai sumberdaya lokal yang sangat beragan dan bervariasi, karena konsep ini tidak memiliki instrumen yang peka terhadap kemajemukan (diversity). Pendekatan pemerintahan dilakukan dengana asumsi homogenitas wilayah, sehingga akan menimbulkan kesenjangan dalam berbagai bidang atau aspek (antar wilayah, antar lapisan dan natar golongan masyarakat).
Kebijaksanaan sentralistis secara langsung maupun tidaklangsung telah membatasi kreativitas sumberdaya pembangunn. Masalah yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menemukan dan merumuskan format yang tepat atau optimaldari relokasi kewenangan tersebut. Pada satu sisi, sentralisasi mampu menawarkan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahanm. Tetapi pada sisi yang lain relokasi kewenangan yang dijabarkan dalam bentukkewenangan politik dan administrasi di samping akan menjawab berbgai kelemahan model sentralistik, juga memiliki kelemahan yang intensitasnya sangat tergantung kepada kemampuan penegelolaan kemajemukan yang ada. Konsep atau model yang keliru jelas tidak mampu menghasilkan sinergi dari berbagai komponen wilayah dan bangsa, tetapi justru akan mendorong timbulnya perpecahan atau disintegrasi bangsa. Ketidakmampuan merumuskan model relokasi kewenangan dimaksud mungkin merupakan jawaban mengapa sejak diundangkannya UU No.5/1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, tidak pernah diikuti oleh penyusunan PP atau Peraturan Pememerintah yang mengatur berbagai pasal dalam UU tersebut. Model dan Proses Desentralisasi. Relokasi kewenangan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah (relokasi/desentralisasi kewenangan politik dan kewenangan administrasi) merupakan wujud sistem manajemen pemerintahan yang sangat kondusif terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas Kemandirian Lokal.

Model otonomi yang diamanahkan dalam UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang meletakkan otonomi pada Daerah Tingkat II (Kabupaten dan Kotamadya) merupakan alternatip sesungguhnya adalah alternatip yang terbaik dibandingkan dengan berbagai model otonomi yang lainnya, mengingat model ini lebih mendekatkan birokrasi pemerintahan dengan masyarakatnya, dan yang disebut sebagai masyarakat lokal hanya ada di desa dan kabupaten. Model otonomi pada Tingkat II akan memudahkan proses penyaluran aspirasi masyarakat secara lebih luas dan cepat dan dengan demikian pemberdayaan dengan jalan partisipasi dapat dengan mudah dilakukan yang pada gilirannya proses demokratisasi sebagaimana hrapan reformasi dapat diwujudkan. Namun persoalannya sekarang, masih banyak daerah, terutama para perangkat pemerintahan belum sepenuhnya memahami konsep dasar otonomi tersebut. Mereka lebih menekankannya pada sasaran penguasaan dan pemilikan aset dan sumberdaya, sehingga dengan mudah menimbulkan pertentangan antar wilayah atau antardaerah. Maka dalam kaitan ini otonomi daerah masih sangat membutuhkan peranan Tingkat I sebagai kordinator, pengawas, dan pengarah kegiatan pelaksanaan otonomi tersebut .Kelemahan sekaligus kekuatan UU No.22/99 terletak pada banyak Peraturan Pemerintah yang perlu disusun dalam upaya implementasi amanah UU tersebut. Kualitas semangat reformasi dari penyelenggara negara akan menentukan apakah hal tersebut akan menjadi kekuatan atau kelemahan, karena penjabaran dari berbagai pasal kedalam Peraturan Pemerintah akanmenentukan format sebenarnya dari model otonomi tersebut.
Dalam merumuskan beberapa Peraturan Pemerintah agar format otonomi daerah menjadi lebih relevan maka, bebrapa hal perlu mendapat pertimbangan, yakni: Kualitas Teknostruktur DaerahPengalaman pemerintahan dan pengelolaan pembangunan yang dimiliki oleh sebahagian besar aparat pemerintah di daerah dapat dikatakan sangat minim dan kemungkinan besar tidak mampu melaksanakan otonomi dalam arti yang sebenarnya. Model Petunjuk Pelaksanaan yang dipraktekkan selama Orde Baru telah menjadi budaya sehingga mematikan prakarsa dan kreativitas masyarakat. Demikian pula halnya dengan Kelembagaan masyarakat yang selama masa Orde Baru telah dimandulkan secara sistematis sehingga saat ini tidak ampu lagi melahirkan hasil yang dibutuhkan bagi peningkatan kemandirian wilayah atau daerah.
Di samping itu kemampuan menemukan cara pengelolaan sumberdaya lokal relatif sangat rendah, sehingga akan menghambat pelaksanaan otonomi apabila tidak memiliki sumberdaya yang memadai. Berdasarkan hasisl kesilapan daerah yang disebutkan di atas, dikhawatirkan timbulnya usul pelaksanaan otonomi daerah menjadi tertunda. Perlu dikemukakan bahwa terdapat kecurigaan di klangan masyarakat bahwa otonomi daerah sebagimana yang tercantum dalam UU No. 22/1999 hanyalah merupakan upaya Pemerintah Nasional untuk mengulur waktu, karena memang tidak sepenuhnya berniat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.Hal ini juga dipandang sebagai upaya untuk mempertahankan status quo pola pemerintahan sentralistik yang menghambat terciptanya iklim demokrasi serta upaya untuk menghambat transparansi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bilamana akumulasi masalah tersebut tidak diantisipasi sedini mungkin dalam model Otonomi Daerah, maka akan bermuara pada konflik politik yang berkempanjangan karena dianggap tidak sejalan dengan reformasi.
Mengacu pada hal-hal yang dikemukakan di atas, dan dengan mempertimbangkan bahwa penyusunan UU No. 22/1999 telah mengorbankan sumberdaya yang cukup besar, maka substansi undang-undang tersebut tetap dipertahankan, namun perlu melakukan beberapa penyesuaian di mana istilah daerah yang ada dalam undang-undang tersebut diganti dari kabupaten atau Kotamadya menjadi Propinsi. Dengan kata lain, titik berat pelaksanaan otonomi daerah diletakkan pada daerah tingkat I atau provinsi. Apabila pada saatnya suatu kabupaten atau gabungan beberapa kabupaten tersebut dapat saja ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom baru yang terlepas sama sekali dengan bekas Provinsi induknya. Jika disimak akan terlihatbahwa implementasi model ini akan bermuara pada terbentuknya beberapa puluh daerah otonom, sesuai dengan yang dimaksud dalam UU No.22/99, walaupun dengan menempuh proses yang berbeda. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa model implementasi ini lebih realistic, khususnya bila dilihat dari sisi kemampuan kebanyakana provinsi untuk berotonomi. Implementasi model ini setidaknya akan menghapus kecurigaan terhadap kemungkinan adanya keengganan Pemerintah Nasional untuk nmenyelenggarakan otonomi. Di samping itu, peross pembentukan daerah otonom baru akan dapat berjalan dengan baik karena adanya Pemerintah Pusat yang memiliki kewenangan dan kemampuan ntuk mengarahkan provinsi untukmelaksanakanpemekaran yang dimaksud.Disadri adanya kehawatiran bahwa potensi disintegrasi bangsa akan semakin menguat pada masa otonomi Propinsi diterapkan, Hal ini sebenarnya tidak beralasan mengingat berbagai pertimbangan, misalnya: Secara empiris prima causa disinetgarsi suatubangsa tidak terkait langsung dengan sistem pemerintahan yang dianut, tetapi lebih terkait dengan ketidakadilan. Bubarnya Uni Sovyet, perang yang berkepanjangan di negara-negara Balkan, dan pemisahan diri Bangladesh dari P akistan merupakan bukti dari hal tersebut.Pola karakter kehidupan politik nasional tidak banyak lagi diwarnai oleh politik aliran sebagaimana yang terjadi pada tahun 1950-an, tetapi oleh kepentingan riil, terutama ke konomi.Sentimen ideolog, baik pada tingkat nasional maupun global, tidak lagi mewarnai percaturan politik global. Bahkan terjadi kecenderungan sebaliknya, yaitu integrasi ekonomi regional seperti di Eropa dan Amerika Latin, Afrika, dan berbagai belahan dunia lainnya yang bermuara pada sinergi kekuatan ekonomi regional atas dasar daya saing.Perekembangan manajemen kenegaraan moderen yang lebih mengarah kepada pendekatan kesejahteraan masyarakat luas dan post-modernism.

Ø Sentralisasi Versus Desentralisasi

Ø Sungguh kita semua akan mendapatkan hikmah yang besar dari bencana Longsor TPA Leuwigajah bila saja mampu mengambil khibarNya. Ketika bangsa ini didera berbagai persoalan, kesulitan ekonomi serta berbagai bencana besar lainnya, ada keuntungan tersembunyi (blesing in disguise) dengan terkemukanya masalah manajemen persampahan kota. Keberuntungan akan didapatkan bila, pengelolaan sampah berada pada kewenangan dan tanggungjawab yang tersebar di level Kecamatan, Kelurahan maupun RW berdasar pada sumber penghasil itu sendiri.

Ø Kita perhatikan 2 (dua) info berikut :

Setiap kg sampah memerlukan biaya untuk membuangnya ke TPA. Demikian juga bila sampah didaur ulang menjadi barang baru. Perbedaannya barang hasil daur ulang, misalnya kompos ( berasal dari sampah organik), dapat dijual setidaknya Rp 200/kg. Demikian juga bijih plastik (berasal sampah an-organik) setidaknya bernilai Rp 25.000/kg. Sementara lain sampah yang dibawa ke TPA menghasilkan air lindi, timbunan berbau dan beresiko mencemari udara dan air tanah. Itu bedanya, namun sama-sama setiap kg sampah akan membutuhkan biaya – yang oleh karenanya setiap penghasil sampah mesti membayar retribusi kebersihan dan pengelolaan.

Namun demikian, pilihan kita dengan mendaur ulang di dekat lokasi sampah dihasilkan bukan karena kompos asal sampah organik bisa dijual- yang bahkan dalam keadaan petani sudah urea minded tidaklah gampang memasarkan kompos tersebut. Motivasi terbesar mendaur ulang di dekat lokasi penghasil sampah haruslah karena sampah memang memerlukan pengelolaan secara logis. Membawa sampah ke TPA, berkonsekwensi pada ongkos angkut yang makin mahal padahal tidak ada perolehan ekonomi dari pemindahan lokasi tersebut. Dengan mendaur ulang di lokasi penghasil ( skala RW, Kelurahan, Kecamatan) juga tetap sama-sama memerlukan biaya. Sebagai misal, menurut analisa biaya pembuatan kompos bagi 5 m3 ~ 1 ton sampah organik dengan menggunakan Bio Reaktor Mini (BRM) atau komposter Green Phoskko, diperlukan biaya :

Ø Proses Penyusunan Personalia

Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal.[1] MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia – bukan mesin – dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.[rujukan?] Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.

Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas)

SISTEM PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

Ada dua kegiatan dalam sistem perencanaan sumber daya manusia, yaitu: penyusunan anggaran tenaga kerja (manpower budgeting), dan penyusunan program tenaga kerja (man power programming).
PENYUSUNAN PERSONALIA ORGANISASI

Penyusunan personalia adalah fungsi manajemen yang berkenaan dengan penarikan, penetapan, pemberitahuan latihan, dan pengembangan anggota-anggota organisasi. Dalam bab ini akan dibahas bagaimana organisasi menentukan kebutuhan sumber daya manusia sekarang dan di waktu yang akan datang.

Kegiatan-kegiatan penyusunan personalia sangat erat hubungannya dengan tugas-tugas kepemimpinan, motivasi, dan komunikasi, sehingga pembahasannya sering ditempatkan sebagai bagian dari fungsi pengarahan. Tetapi fungsi ini berhubungan ert dengan fungsi pengorganisasian, dimana pengorganisasian mempersiapkan ” kendaraan ”-nya dan peyusunan personalia mengisi ” pengemudi ”-nya yang sesuai gengan posisi kerja yang ada. Akhirnya, fungsi penyusunan personalia harus dilaksanakan oleh semua manajer, baik mereka mengolah perusahan besar ataupun menjadi pemilik perusahan kecil.

PROSES PENYUSUNAN PERSONALIA

Proses penyusunan personalia (staffing process) dapan dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terus menerus untuk menjaga pemenuhan kebutuhan personalia organisasi dengan orang-orang yang tepat dalam posisi-posisi tepat dan pada waktu yang tepat. Fungsi ini dilaksanakan dalam dua tipe lingkungan yang berbeda. Pertama, lingkungan eksternal yang meliputi seluruh faktor di luar organisasi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhinya. Kedua lingkungan internal, yang terdiri dari unsur-unsur di dalam organisasi.

Langkah-langkah proses ini mencakup:

1. perencanaan sumber daya manusia, yang dirancang untuk menjamin keajegan dan pemenuhan kebutuhan personalia organisasi.

2. Penarikan, yang berhubungan dengan pengadaan calon-calon personalia segaris dengan rencana sumber daya manusia.

3. Seleksi, mencakup penilaian dan pemilihan di antara calon-calon personalia.

4. Pengenalan dan orientasi, yang dirancang untuk membantu individu-individu yang terpilih menyesuaikan diri dengan lancar dalam organisasi.
* PENGEMBANGAN SUMBER-SUMBER PENAWARAN PERSONALIA :

Ada dua sumber perolehan tenaga kerja yaitu sumber intern dan sumber ekstern, tapi manajer lebih menyukai perolehan dari sumber intern, karena dapat memotivasi karyawan yang sudah ada, tetapi juga manajer perlu mencari orang yang tepat dalam menduduki suatu posisi agar pekerjaan dapat berjalan secara efektif dan efesien dari luar organisasi

Ada tiga sumber penawaran intern, yaitu :

1. Penataran (Upgrading) yaitu dengan mendidik dan memberi latihan.
2. Pemindahan (transferring) yaitu posisi yang kurang disenangi ke posisi lain yang lebih memuaskan kebutuhan.
3. Pengangkatan (promoting) yaitu pengangkatan ke jabatan yang lebih tinggi lagi.

Sumber ekstern penwaran tenaga kerja dapat diperoleh antara lain dari lamaran pribadi yang masuk, organisasi karyawan, kantor penempatan tenaga kerja, sekolah-sekolah, para pesaing, imigrasi dan migrasi.

* PENARIKAN DAN SELEKSI KARYAWAN

Requitment (pengadaan karyawan)

Menurut Hardi Handoko Requitment adalah : Suatu proses pencarian dan pengikatan para calon karyawan atau pelamar calon karyawan yang mampu untuk melamar sebagai karyawan proses ini di mulai ketika para pelamar di cari dan berakhir bila lamaran atau aplikasi mereka di serahkan dan hasilnya setelah para calon karyawan di seleksi.

Menurut Musanif Requitment adalah : Usaha untuk mendapatkan calon-calon pegawai yang lowong guna mendapatkan sebanyak mungkin calon pelamar yang memenuhi syarat-syarat untuk job dicription dan analisa yang di minta untuk jabatan yang lowong pada suatu organisasi untuk di pilih calon-calon yang terbaik dan cakap menurut mereka.

Saluran-saluran pegawai

1. Work in writing.
2. Employed rerfens (rekomendasi dari pegawai).
3. Iklan
4. Melalui jawatan pemerintah.
5. Agensi (agen).
6. Lembaga pendidikan.
7. Perusahaan peneliti profesi.
8. Melalui perhimpunan profesi
9. Organisasi indonesia (labour organisasi)
10. Lising temporer
11. Melalui organisasi militer.
12. Program-program latihan yang di biayai pemerintah.
13. Open house.
14. Nepotisent (nepotisme).

Hambatan-hambatan penarikan pegawai

1. Hambatan kebijakan kompensasi.
2. Kebijakan status.
3. Rencana SDM.
4. Kebijaksanaan promosi dandar dalam (dari jenjang kejenjang).
5. Kondisi pasar tenaga kerja.
6. Kondisi lingkungan eksteren akibat pengganguran tinggi perekonomian yang lemah dan tenaga terampil yang langka.
7. Persyaratan jabatan.
8. kondisi lingkungan.
9. Persyaratan kerja.

Seleksi adalah Suatu proses untuk menentukan orang yang di ramalkan akan berhasil pemangku jabatan itu nanti.

Menurut komaruddin Seleksi adalah Pemilihan terhadap orang-orang, suatu proses untuk menilai kemungkinan keberhasilan atau kegagalan seseorang untuk melaksanakan pekerjaanya. Sedangkan tujuan Seleksi menurut Manullang adalah Memperoleh tenaga kerja yang memenuhi syarat dan mempunyai kwalifikasi sebagaimana tercantum di dalam Job Description.

Secara umum ada 3 tujuan seleksi:

1. Untuk mengetahui kecakapan seorang pegawai.
2. Berusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang cocok dengan pekerjaan yang dipangkunya.
3. Berusaha untuk mendapatkan tenaga kerja tidak hanya yang cock pada saat sekarang tetapi tenaga kerja yang memiliki potensi untuk di kembangan di kemudian hari.

* Proses seleksi

Proses seleksi di mulai salah semua lamaran memenuhi syarat dan di terima. Proses ini melibatkan serangkaian tahap yang menambah komplektivitas sebelum pegawai di ambil. Jadi proses seleksi adalah Serangkaian kegiatan yang di gunakan untuk memutuskan apakah pelamar di terima atau tidak. Langkah-langkah ini mencakup pemanduan kebutuhan pelamar dan organisasi. Dalam banyaknya personalia penarikan dari seleksi di gabungkan dan disebut dengan istilah Employedment pansel.

Proses seleksi adalah: Pusat manajemen kepegawaian dan requitment dilakukan untuk membantu proses seleksi ini. Bila seleksi diadakan tidak tepat maka daya upaya sebelumnya akan sia-sia saja oleh karena itu tidaklah berlebihan bila di nyatajkan bahwa seleksi adalah kunci sukses manajeme kepegawaian. Bahwa kunci sukses organisasi.

* Metode seleksi

Menurut Manullang merupakan dasar penyeleksian yaitu:

1. Keahlian.

Mencakup 3 aspek

Tehnikal skill, human skill, dan konseptual skill.

2. pengalaman kerja.
3. Umur.
4. Jenis kelamin.
5. Keadaan fisik.
6. Perfonmance (penampilan)
7. Bakat.
8. Temperamen.
9. Karakter.

Untuk eksternal

1. penerimaan pendahuluan.
2. Test-test penerimaan.
3. Wawancara seleksi.
4. Pemeriksaan referensi.
5. Evaluasi medis (test kesehatan).
6. Wawancara kepada atasan langsung.
7. Keputusan.

Psikologi test di lakukan yaitu di lakukian berbagai peralatan test yang mengatur menguji keberanian temperamen kecerdasan, ketrampilan dan prestasi.

Bentuk-bentuk test ini mencakup

1. intelegensi test.
2. Pesonality test.
3. Aptuted test (bakat).
4. Interes test.
5. Achiment test.
6. Knowledged test.
7. Fermonce test.

Ø Perencanaan Sumber Daya Manusia

A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Andrew E. Sikula (1981;145) mengemukakan bahwa:
“Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”.
George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan bahwa:
“Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat”.

Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.
1. Kepentingan Perencanaan SDM
Ada tiga kepentingan dalam perencanaan sumber daya manusia (SDM), yaitu:
Kepentingan Individu.
Kepentingan Organisasi.
Kepentingan Nasional.
2. Komponen-komponen Perencanaan SDM
Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan SDM, yaitu:

Tujuan
Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
Perencanaan Organisasi
Perencanaan Organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi. Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat produksi dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga berpengaruh. Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi, kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karir.
Kesimpulannya, PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.
Syarat – syarat perencanaan SDM
Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi persediaan SDM.
Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah.

3. Proses perencanaan SDM
Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola.
Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut.
Prosedur perencanaan SDM
Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.
Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.
Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.
Menetapkan beberapa alternative.
Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.
Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.
Metode PSDM ,dikenal atas metode nonilmiah dan metode ilmiah. Metode nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan.
Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu.

4. Pengevaluasian Rencana SDM
Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya.
Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi ketidakseimbangan sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar biayanya.
Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan.
Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita dan golongan minoritas didalam rencana masa yang akan datang.
Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Kendala-kendala PSDM
1. Standar kemampuan SDM
Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk menghitung potensi SDM secara pasti.
2. Manusia (SDM) Mahluk Hidup
Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin. Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan kemampuannya.
3. Situasi SDM
Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutuhan SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik dan benar.

4. Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah
Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.

B. PERAMALAN
Peramalan (forecasting) menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan. Proyeksi untuk masa yang akan datang tentu saja ada unsur ketidaktepatan. Basanya orang yang berpengalaman mampu meramal cukup akurat terhadap benefit organisasi dalam rencana jangka panjang.
Pendekatan-pendekatan untuk meramal SDM dapat dimulai dari perkiraan terbaik dari para manajer sampai pada simulasi komputer yang rumit. Asumsi yang sederhana mungkin cukup untuk jarak tertentu, tetapi jarak yang rumit akan diperlukan untuk yang lain.
Jangka waktu peramalan
Peramalan SDM harus dilakukan melalui tiga tahap: perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.
Peramalan terhadap kebutuhan SDM (permintaan)
Penekanan utama dari peramalan SDM saat ini adalah meramalkan kebutuhan SDM organisasi atau permintaan kebutuhan akan SDM. Ramalan permintaan dapat berupa penilaian subjektif atau matematis.
Metode meramalkan permintaan, yaitu:
1. Metode penilaian terdiri dari:
a. Estimasi dapat top down atau bottom up, tetapi pada dasarnya yang berkepentingan ditanya “Berapa orang yang akan anda butuhkan tahun depan?”
b. Rules of thumb mempercayakan pedoman umum diterapkan pada situasi khusus dalam organisasi . Contoh; pedoman “one operations managers per five reporting supervisors” membantu dan meramalkan jumlah supervisor yang dibutuhkan dalam suatu divisi. Bagaimanapun, hal ini penting untuk menyesuaikan pedoman untuk mengetahui kebutuhan departemen yang sangat bervariasi.
Teknik Delphi menggunakan input dari kelompok pakar. Opini pakar dicari dengan menggunakan kuesioner terpisah dalam situasi diramalkan. Opini pakar kemudian digabungkan dan dikembalikan kepada para pakar untuk opini tanpa nama yang kedua. Proses ini akana berlangsung beberapa pakar hingga pakar pada umumnya asetuju pada satu penilaian. Sebagai contoh, pendekatan ini telah digunakan untuk meramalakan pengaruh teknologi pada Manajemen SDM dan kebutuhan perekrutan staff.
Teknik kelompok Nominal, tidak seperti Delphi, membutuhkan pakar untuk bertemu secara langsung. Gagasan mereka biasanya timbul secara bebas pada saat pertama kali, didiskusikan sebagai kelompok dan kemudian disusun senagai laporan.
2. Metode Matematika, terdiri dari:
a. Analisis Regresi Statistik membuat perbandingan statistik dari hubungan masa lampau diantara berbagai faktor. Sebagai contoh, hubungan secara statistik antara penjualan kotor dan jumlah karyawan dalam rantai retail mungkin berguna dalam meramalkan sejumlah karyawan yang akan dibutuhkan jika penjualan retail meningkat 30 %.
b. Meode Simulasi merupakan gambaran situasi nyata dalam bentuk abstrak sebagai contoh, model ekonometri meramalkan pertumbuhan dalam pemakaian software akan mengarahkan dalam meramalkan kebutuhan pengembangan software.
c. Rasio Produktivitas menghitung rata-rata jumlah unit yang diproduksi perkaryawan. Rata-rata ini diaplikasikan untuk ramalan penjualan untuk menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan, sebagai contoh, suatu perusahaan dapat meramalkan jumlah penjualan representative menggunakan rasio ini.
d. Rasio jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat digunakan untuk meramalkan tenaga kerja tak langsung. Sebagai contoh, jika perusahaan biasanya menggunakan satu orang klerikal untuk 25 tenaga kerja produksi, yang rasio dapat digunakan untuk membantu estimasi untuk tenaga klerikal.

C. ESTIMASI PERSEDIAAN/SUPPLY SDM INTERNAL DAN EKSTERNAL
Kalau sudah ada proyeksi permintaan HR dimasa yang akan datang, masalah berikutnya adalah bagaimana mengisi kebutuhan tersebut.
Ada dua sumber persediaan SDM : internal dan eksternal. Persediaan/supply internal bisa berasal dari karyawan yang telah ada yang dapat dipromosikan, ditransfer, atau didemosi untuk mengisi lowongan. Supply eksternal berasal dari luar atau mereka yang tidak sedang bekerja di organisasi tersebut dan siap direkrut oleh organisasi/perusahaan.
1. PENILAIAN INTERNAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN ORGANISASI
Bagian dari perencanaan sumber daya manusia adalah menganalisis pekerjaan yang perlu dilakukan dan keahlian yang terdapat pada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Kebutuhan organisasi harus di bandingkan dengan penyediaan tenaga kerja yang ada.
Tidak hanya sekedar menghitung jumlah karyawan. Harus dilakukan audit tenaga kerja yang sudah ada untuk mengetahui kemampuan pekerja yang ada.
Informasi ini menjadi dasar estimasi tentatif mengenai lowongan-lowongan yang dapat diisi oleh karyawan yang ada.
Penugasan tentatif ini biasanya dicatat di”Replacement Chart”. Chart ini merupakan representasi visual menyangkut SIAPA yang akan menggantikan SIAPA jika terjadi pergantian. Namun karena informasinya yang terbatas maka perlu juga dilengkapi dengan “Replacement Summaries”.
Mempertimbangkan karyawan-karyawan yang sudah ada untuk lowongan di masa yang akan datang adalah penting jika karyawan diproyeksikan memiliki karir yang panjang.
Audit and Replacement Chart juga penting bagi HRD. Dengan pengetahuan akan karyawan yang lebih banyak, HRD dapat merencanakan recruiting, training, dan career planning secara lebih efektif.
Pengetahuan ini juga dapat membantu HRD untuk memenuhi AAP dengan mengidentifikasi calon-calon minoritas interen untuk lowongan-lowongan tertentu.
Berikut adalah pertanyaan yang di berikan selama penilaian internal:
1. Pekerjaan apa yang ada pada saat ini ?
2. Berapa banyak orang yang mengerjakan setiap tugas ?
3. Apa hubungan laporan di antara tugas-tugas tersebut ?
4. Berapa pentingnya masing-masing tugas tersebut ?
5. Pekerjaan manakah yang membutuhkan penerapan strategi organisasi ?
6. Apa saja karakteristik dari pekerjaan yang di harapkan ?

Metode-metode yang digunakan untuk mengestimasi/menilai supply SDM internal yaitu:
1.1. Auditing Pekerjaan dan Keahlian
Tahap permulaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada didalam suatu perusahaan adalah mengaudit pekerjaan yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. Penilaian internal ini menolong menempatkan kedudukan suatu organisasi dalam mengembangkan atau memantapkan keunggulan kompetitif. Analisis yang komprehensif dari semua pekerjaan saat ini memberikan dasar untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang.
Audit SDM merupakan tindak lanjut dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan.
Kepentingan audit bagi perusahaan
Untuk mengetahui prestasi karyawan.
Untuk mengetahui besarnya kompensasi karyawan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui kreativitas dan perilaku karyawan.
Untuk menetapkan apakah karyawan perlu dimutasi (vertical-horizontal) dan atau diberhentikan.
Untuk mengetahui apakah karyawan itu dapat bekerja sama dengan karyawan lainya.

Kepentingan audit bagi SDM
Untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang selalu ingin diperhatikan dan mendapat nilai/pujian dari hasil kerjanya.
Karyawan ingin mangetahui apakah prestasi kerjanya lebih baik dari pada karyawan lainya.
Untuk kepentingan jasa dan promosinya.
Mengakrabkan hubungan para karyawan dengan pimpinannya
Tujuan audit SDM
Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job description-nya dengan baik dan tepat waktu.
Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertical (promosi atau demosi), horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan.
Untuk memotivasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan kedisiplian karyawan.

1.2. Inventarisasi Kemampuan Organisasi
Sumber dasar dari data tenaga kerja adalah data Sumber Daya Manusia pada organisasi. Perencana dapat menggunakan inventarisasi ini untuk menentukan kebutuhan jangka panjang untuk perekrutan, penyeleksian dan pengembangan sumber daya manusia. Juga informasi tersebut dapat menjadi dasar untuk menentukan kemampuan tambahan yang diperlukan tenaga kerja masa mendatang yang mungkin belum diperlukan pada saat ini

Komponen Inventarisasi Kemampuan Organisasi sering kali terdiri dari:
a. Demografi tenaga kerja secara individu ( umur, masa kerja di organisasi, masa kerja pada jenis tugas yang sekarang).
Kemajuan karier secara individu penanggung tugas, waktu yang diperlukan untuk setiap jenis tugas, promosi atau perbahan ke tugas lain, tingkat upah).
Data kinerja secara individu ( penyerlesaian pekerjaan, perkembangan pada keahliannya)
Ketiga informasi diatas dapat diperluas meliputi:
Pendidikan dan pelatihan
Mobilitas dan letak geografis yang diinginkan
Bakat, kemampuan dan keinginan yang spesifik
Bidang yang diminati dan tingkat promosi didalam perusahaan
Tingkat kemampuan untuk promosi
Pensiun yang diharapkan

Informasi yang telah diperoleh dari hasil Audit SDM dan inventarisasi kemampuan organisasi SDM diatas lalu dikonversikan ke dalam:
· Sistem Informasi SDM (SISDM)
SISDM adalah sistem integrasi yang dirancang untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan SDM.
1. Tujuan SISDM
Meningkatkan efisiensi data tenaga kerja dimana SDM dikumpulkan
Lebih Strategis dan berhubungan dengan perencanaan SDM.
2. Kegunaan SISDM
SISDM mempunyai banyak kegunaan dalam suatu organisasi. Yang paling dasar adalah otomatisasi dari pembayaran upah dan kegaiatan benefit. Dengan SISDM , pencatatan waktu tenaga kerja dimasukan kedalam system, dan dimodifikasi disesuaikan pada setiap individual. Kegunaan umum yang lain dari SISDM adalah kesetaraan kesempatan bekerja.

Untuk merancang SISDM yang efektif, para ahli menyarankan untuk menilainya dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai data yang akan diperlukan seperti:
1. Informasi apa yang tersedia, dan informasi apa yang dibutuhkan tentang orang-orang dalam organisasi?
2. Untuk tujuan apa informasi tersebut akan diberikan?
3. Pada format yang bagaimana seharusnya output untuk penyesuaian dengan data perusahaan lain?
4. Siapa yang membutuhkan informasi
5. Kapan dan seberapa seringnya informasi dibutuhkan?
· Succesion Planning
Merupakan proses HR planner dan operating managers gunakan untuk mengkonversi informasi mengenai karyawan-karyawan yang ada sekarang kedalam keputusan-keputusan menyangkut “internal job placements” dimasa yang akan datang.

2. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL
Analisis lingkungan merupakan proses penelitian terhadap lingkungan organisasi untuk menentukan kesempatan atau ancaman. Hasil analisis akan mempengaruhi rencana SDM karena setiap organisasi akan masuk pada pasar tenaga kerja yang sama yang memasok, juga perusahaan lain.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasokan tenaga kerja antara lain:
Pengaruh pemerintah
Kondisi perekonomian
Masalah kependudukan dan persaingan
komposisi tenaga kerja dan pola kerja

D. SEBAB-SEBAB PERMINTAAN SDM
1. Faktor internal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor internal adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya dimasa depan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM didalam organisasi/perusahaan yang melaksanakan bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan penambahan jumlah SDM. Alasan ini terdiri dari:
Faktor Rencana Strategik dan rencana operasional
Faktor prediksi produk dan penjualan
Faktor pembiayaan (cost) SDM
Faktor pembukaan bisnis baru (pengembangan bisnis)
Faktor desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
Faktor keterbukaan dan keikutsertaan manajer
2. Faktor eksternal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada diluar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategic dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Sebab atau alasan terdiri dari:
Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional (Global)
Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor Teknologi
Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing
3. Faktor Ketenagakerjaan
Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja (SDM) yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya dimasa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan Sistem Informasi SDM (SISDM) sebagai bagian dari Sistem Informasi manajemen (SIM) sebuah organisasi/perusahaan. Beberapa dari faktor ini adalah:
a. Jumlah, waktu dan kualifikasi SDM yang pensiun, yang harus dimasukan dalam prediksi kebutuhan SDM sebagai pekerjaan/jabatan kosong yang harus dicari penggantinya.
Prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang akan berhenti/keluar dan PHK sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama(KKB) atau kontrak kerja, yang harud diprediksi calon penggantinya untuk mengisi kekosongan pada waktu yang tepat, baik yang bersumber internal maupun eksternal.
Prediksi yang meninggal dunia

Ø Penarikan dan Seleksi Karyawan

– seleksi karayawa adalah suatu proses untuk menentukan orang yang di ramal akan menempati suatu posisi jabatan yang di tawarkan suatu perusahaan.
Secara umum ada 3 tujuan seleksi:
1.Untuk mengetahui kecakapan seorang pegawai.
2.Berusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang cocok dengan pekerjaan yang dipangkunya.
3.Berusaha untuk mendapatkan tenaga kerja tidak hanya yang cock pada saat sekarang tetapi tenaga kerja yang memiliki potensi untuk di kembangan di kemudian hari.

Proses seleksi
Proses seleksi di mulai salah semua lamaran memenuhi syarat dan di terima. Proses ini melibatkan serangkaian tahap yang menambah komplektivitas sebelum pegawai di ambil. Jadi proses seleksi adalah Serangkaian kegiatan yang di gunakan untuk memutuskan apakah pelamar di terima atau tidak. Langkah-langkah ini mencakup pemanduan kebutuhan pelamar dan organisasi. Dalam banyaknya personalia penarikan dari seleksi di gabungkan dan disebut dengan istilah Employedment pansel.

Proses seleksi adalah: Pusat manajemen kepegawaian dan requitment dilakukan untuk membantu proses seleksi ini. Bila seleksi diadakan tidak tepat maka daya upaya sebelumnya akan sia-sia saja oleh karena itu tidaklah berlebihan bila di nyatajkan bahwa seleksi adalah kunci sukses manajeme kepegawaian.

Ø Latihan dan Pengembangan
Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelakasanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.

Ada dua tujuan utama program latihan dan pengembangan karyawan. Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan karyawan denga permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Meskipun usaha-usaha ini memakan waktu dan mahal, tetapi akan mengurangi perputaran tenaga kerja dan membuat karyawan menjadi lebih produktif.

Manfaat-manfaat latihan adalah dengan menyadarinya sebagai investasi organisai dan sumber daya manusia. Latihan dapat digunakan apabila tingkat kecelakaan atau pemborosan tinggi, semanagat kerja dan motivasi rendah, atau masalah-masalah operasional lainnya didiagnosa.

TEKNIK-TEKNIK LATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Ada dua kategori pokok program latihan dan pengembangan manajemen yaitu:

1. Metode praktis (on-the-job training).

2. Teknik-teknik persentasi informasi dan metode-metode simulasi (off-the-job training).

Metode terbaik tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:

2. Isi program yang dikehendaki

3. Kelayakan fasilitas-fasilitas

4. Preferensi dan kemampuan peserta

5. Prefernsi dan kemampuan pelatih atau instruktur

6. Prinsip-prinsip belajar

Tingkat pentingnya keenam “trade off” tersebut tergantung pada situasi. Manajer perlu mengenal semua teknik latihan dan pengembangan yang tersedia, agar dapat memilih teknik yang paling tepat untuk kebutuhan, sasaran, dan kondisi tertentu.

Berbagai macam teknik yang biasa digunakan dalam praktek adalah:

Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam keterampilan manajerial.

1. Latihan Instruksi Pekerjaan

Digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang

1. Magang (apprenticeships)

Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman. Asistensi dan internship adalah bentuk lain program magang

Atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka

Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang di tetapkan

Diantara metode-metode simulasi yang paling umum di gunakan adalah sebagai berikut:

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peran yang berbeda. Efektivitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan yang di tugaskan kepadanya

Business (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang di buat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Tujuannya adalah untuk melatih para karyawan (manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.

Bentuk latihan ini dilaksanakan bukan oleh atasan, tetapi oleh pelatih khusus

1. Latihan Laboratorium (Laboratory Training)

Teknik ini adlah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Latihan ini juga berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang

1. Program-program Pengembangan Eksekutif

Program ini biasanya diselenggarakan di universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lain

Ø Pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan melalui komitmen organisasi (studi pada karyawan bagian produksi pabrik kertas CV Setia Kawan Tulungagung) / Theresia Rahayu
Dewasa ini pertumbuhan dan perkembangan dalam dunia usaha di

Indonesia semakin cepat dan pesat akan menimbulkan persaingan antara perusahaan yang sudah ada dengan perusahaan-perusahaan baru. Persaingan di antara perusahaan-perusahaan yang sejenis maupun yang tidak sejenis ini menyebabkan suatu perusahaan dituntut untuk menyerahkan sumber daya yang dimilikinya semaksimal mungkin. Salah satu usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah meningkatkan kinerja karyawannya dengan memberikan kompensasi yang tepat. Karyawan merupakan aset utama yang dimiliki oleh perusahaan, oleh karena itu perusahaan wajib untuk memperhatikan kesejahteraan para karyawannya. Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan merupakan motivasi untuk karyawan agar karyawan meningkatkan kinerjanya dan memiliki komitmen pada organisasi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang kompensasi yang ada dalam Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung guna meningkatkan kinerja karyawan melalui komitmen organisasi.

Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung pada bulan Januari – Februari 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung (sebagai responden) yang berjumlah 71 orang. Analisis data yang dipakai adalah analisis jalur (Path Analysis). Penelitian ini mempunyai variabel bebas yaitu kompensasi (X), variabel interfening yaitu kinerja karyawan (Y), dan variabel terikat yaitu komitmen organisasi (Z).

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan item-item dari penelitian yang telah teruji, sehingga uji coba kuesioner untuk menguji instrumen tidak dilakukan. Sedangkan untuk uji validitas dan reliabilitas tetap dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas data yang diperoleh. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung yang berjumlah 245 orang. Sedangkan sampel diambil sebanyak 71 orang dan tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keempat hipotesis alternalif yang diajukan adalah diterima. Adanya pengaruh langsung antara kompensasi finansial dan kompensasi non finansial terhadap komitmen organisasi ditunjukkan dengan β = 0,383 dan β = 242, adanya pengaruh langsung antara kompensasi finansial dan kompensasi non finansial terhadap kinerja karyawan ditunjukkan dengan β = 0,327 dan β = 0,243, pengaruh langsung antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan ditunjukkan dengan β = 0,311, pengaruh tidak langsung kompensasi finansial dan kompensasi non finansial terhadap kinerja karyawan melalui komitmen organisasi adalah 0,119 dan 0,075. Selain itu hasil dari total pengaruh langsung dan total pengaruh tidak langsung adalah 0,446 dan 0,318.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan antara atasan dan bawahan memiliki hubungan yang baik, saling menguntungkan. Bawahan melakukan pekerjaannya dengan baik dan atasan memberikan kompensasi yang tepat terhadap bawahannya. Hubungan yang baik antara atasan dan bawahan akan menguntungkan pula bagi organisasi.

Ø Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003)Pengertian Kepemimpinanyaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.Ø Menurut Young (dalam Kartono, 2003)Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.Ø Moejiono (2002) memandang bahwa leadershiptersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadershipsebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).Ø Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.Ø Kepemimpinan iii (pendekatan dalam studi kepemimpinan) – Presentation Transcript
1. PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM STUDY KEPEMIMPINAN

2. PENDEKATANTHE GREAT MAN THEORY/ THE TRAITS THEORY

3. Dasar Teori• Di pelopori para psikolog yang menaruh perhatian pada masalah kepribadian (human personality)• Leadership = serangkaian sifat, ciri dan kualitas tertentu yg menjamin seorang pemimpin akan sukses di setiap situasi• Seorang pemimpin akan sukses jika memiliki sifat dan ciri tertentu• Tokoh-tokoh aliran : Ordway tead, George R Terry, Hendri Fayol, Chester I Barnard, Erwin Haskel Schell, dll

4. METODOLOGIMengunakan metode Induksi1. Inventarisir sifat dan ciri orang-orang yg dianggap pemimpin2. Sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh para pemimpin diperbandingkan3. Sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu yang selalu ada dan dimiliki pemimpin berbeda dicatat dan dianggap sebagai sifat atau ciri esensial4. Sifat atau ciri esensial tersebut di gunakan untuk menilai leadership seorang pemimpin atau pedoman untuk mengembangkan kader-kader pemimpin

5. ORDWAY TEAD1. Physical and nervous energy (energi jasmani dan rokhani)2. a sense af purpose an direction (orientasi mengenai sasaran dan tujuan)3. Enthusiasm4. Friendliness and affection (ramah tamah dan cinta kasih pada sesamanya)5. Integrity (pribadi yang bulat)6. Technical mastery (kecakapan teknis)7. Decisiveness (tegas)8. Intelligence (cerdas)9. Teaching skill (pandai mengajar)10. Faith (keyakinan)

6. GEORGE R TERRY1. Energy (energi mental dan physic)2. Emotional stability (stabilitas emosi)3. Knowledge of human relations (pengetahuan mengenai human relations)4. Empathy (kemampuan memproyeksikan diri baik mental maupun emosi pada posisi orang lain)5. Objectivity (objektif)6. Personal motivation (dorongan motivasi yang keluar dari diri sendiri)7. Communicative skill (pantai berkomunikasi)8. Teaching ebility (kemampuan mengajar)9. Social skill (pandai bergaul)10. Technical competence (kemampuan tekhnis)

7. KRITIK TERHADAP TEORI1. ASUMSI • Personality bukan pejumlahan dari sifat. • Tidak mungkin menjumlahkan seluruh sifat/ciri yg seharusnya dimiliki seorang pemimpin, hanya akan menghasilkan “ideal type” yg sukar ditemukan.2. METODOLOGI • Semua menggunakan metode induksi tetapi hasilnya berbeda- beda karena tidak menjelaskan cara menentukan sample, jumlah sample dan waktu penyelidikan/pengamatan. • Hanya mencari pola-pola sifat tetapi tidak menganalisanya.

8. 3. SIFAT/CIRI • Suatu sifat/ciri sering saling berkaitan dan sulit dibedakan hingga sulit menyusun dan meneliti sifat/ciri tertentu. • Tidak berhasil menentukan mana sifat/ciri terpenting dan tidak penting. • Gagal membedakan mana sifat/ciri yg digunakan untuk mencapai sukses dan mana sifat/ciri yg digunakan utk mempertahankan kesuksesan tsb. • Tidak memberi jawaban sifat/ciri esensial yg harus dimiliki dlm hubungan antar pemimpin

9. Kesimpulan The Great Man Theory• Terlepas dari berbagai kekurangan pendekatan ini para ilmuwan sepakat mengenai pentingnya human personality• Seorang pemimpin harus memiliki kelebihan intelektual, kejiwaan/mental dan fisik• Memang ada beberapa orang yang dilahirkan berbakat menjadi pemimpin namun keterampilan memimpin dapat dipelajari dan pada batas tertentu dapat ditumbuhkan

10. Situational approach to leadership

11. DASAR PENDEKATAN• Dipelopori oleh para sosiolog, anthropolog dan sosial psikolog• Pendekatan ini tidak mempertumbuhkan teori kepemimpinan tetapi berusaha mencari alat untuk memahami fenomena kepemimpinan• Kelompok ini juga mengakui pentingnya human personality dan kelompok sebagai vareabel kepemimpinan

12. SITUASI• Situasi = Perpaduan tertentu antara faktor budaya, faktor manusia, bentuk-bentuk hubungan (asosiasi) proses hubungan-hubungan itu, faktor lingkungan dan faktor tujuan.• Situasi dapat mempengaruhi perilaku dan munculnya sifat-sifat tertentu• Situasi dapat mempengaruhi timbul, tumbuh dan jatuhnya pemimpin

14. • Kepemimpinan seringkali dibentuk dan dihancurkan oleh lingkungan• Pemimpin adalah orang yang mampu menguasai situasi• Pemimpin akan jatuh jika tidak mampu menguasai situasi dan tidak memiliki kemampuan fleksiblitas untuk menyesuaikan diri

16. • Situasi sosial adalah keseimbangan yang bergerak (moving equilibrium) yang menuntut kemampuan dan fleksiblitas tipe dan gaya kepemimpinan• Situasi sosial bukan gejala terisolasi tetapi merupakan produk/hasil interaksi lingkungan dan orang-orang dalam kelompok• Situasi selalu berada dalam situasi sosial yang lebih luas• Situasi selalu berada dalam antar hubungan dan hubungan yang saling mempengaruhi (multiplicity of situations)

17. LINGKUNGAN ESENSIAL ADMINISTRASI NEGARA ( John D Millet)• LINGKUNGAN MASYARAKAT ( Perlu perubahan cepat dan moderat serta memperhatikan “the creative minority of a society”)• LINGKUNGAN POLITIK (mampu mewujudkan public policy, responsif (govermental sense), political sense)• LINGKUNGAN INSTITUSIONAL (mampu melihat organisasi secara menyeluruh, mampu mengambil keputusan, mampu mendelegasikan wewenang dan mampu menumbuhkan kesetiaan)

18. FOLLOWER APPROACH TO LEADERSHIP

19. • Pemimpin dan pengikut tidak dapat dipisahkan (the two sides of the same coin)• Kepemimpinan dan kepengikutan adalah “twin born” dan “twin developed” (anak kembar yg lahir dan tumbuh bersama)• Sikap pemimpin dan sikap pengikut saling mempengaruhi dan berkembang bersama

20. Faktor Pendorong KepengikutanProf.DR.H Arifin Abdulrachman :1. Kepengikutan karena naluri dan nafsu2. Kepengikutan karena tradisi dan adat3. Kepengikutan karena agama dan budi nurani4. Kepengikutan karena rasio5. Kepengikutan karena peraturan hukumGeorge R Terry :1. Faktor yang sifatnya emosional2. Faktor yang sifatnya rasional3. Faktor yang sifatnya personality pemimpin

21. Faktor yang sifatnya EMOSIONAL• Pemimpin mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain (ability to inspire)• Pemimpin dianggap mengerti dan memehami mereka sepenuhnya• Sanggup melaksanakan segala sesuatu yg bermanfaat bagi pengikut (membantu dan melindungi)• Kondisi dan stamina fisik pemimpin• Kata-kata dan nada suara yang menarik• Dapat menimbulkan kesan yg baik dalam setiap pertemuan

22. Faktor yang sifatnya RASIONALPemimpin dapat mengemukakan motif-motifyang dapat mempengaruhi banyakpengikut, oleh karena motif-motif itumencerminkan nilai-nilai penting yang adadalam pikiran pengikut

23. Faktor yang sifatnya PERSONALITY pemimpin• Pemimpin dipandang memiliki sifat-sifat atau ciri- ciri dan keyakinan yang baik• Personality pemimpin memberikan kesan bahwa ia adalah seorang yang mampu memahami dengan sebaik-baiknya kesulitan-kesulitan pengikut, simpati pada pengikut, dapat memberikan moral support serta dapat mencapai tujuan yang bermanfaat bagi pengikut.

24. ECLECTIC APPROACH TO LEADERSHIPStudy kepemimpinan Pemimpintidak lepas dari studytentangPemimpin, Pengikut Pengikut Situasidan Situasi

25. Douglas Mc Gregor (The human side of enterprise)Kepemipinan adalah masalah hubungan (leadership is a relationship) dimana vareabel-vareabel utamanya adalah :1. Sifat atau ciri Pemimpin2. Sikap, kebutuhan dan sifat perseorangan para Pengikut3. Karateristik organisasi, yang dapat dilihat dari tujuannya, struktur dan sifat tugas pekerjaan yang dilaksanakan4. Milieu sosial, ekonomi dan politik

26. James J Cribbin (Effective Managerial Leadership)Dimensi kepemimpinan manajerial :1. Personality dari leader manager2. Personality kelompok3. Situasi dan faktor organisasi

Ø Pendekatan Situasional Dalam Kepemimpinan

Kepemimpian adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (Harold Koontz) Konsep kepemimpinan dapat dilihat dari dua kubu, yaitu Kubu Determinisme yang menganggap bahwa pemimpin dilahirkan (Takdir), dan kubu Non Determinisme yang menganggap bahwa pemimpin merupakan suatu proses (dapat dipelajari).

Berbagai penelitian tentang kepemimpinan telah melahirkan berbagai Pendekatan dalam studi kepemimpinan, seperti : pendekatan kesifatan, perilaku dan situasional. Pendekatan kesifatan, memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak pada seseorang. Pendekatan perilaku, bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif.

Kedua pendekatan ini (sifat dan perilaku) mempunyai anggapan bahwa seorng individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana dia berada.

Pendekatan situasional, menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi-tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan penghargaan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan. Pandangan situasional ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas gaya kepemimpinan tertentu.

Pendekatan situasional ini muncul karena para peneliti mengenai gaya kepemimpinan tidak menemukan pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi (Fielder, dengan teori contingency, Tannembaum dan Schmidt, dengan teori rangkaian kesatuan kepemimpinan (leadership continuum), Hersey dan Blanchard, dengan teori siklus kehidupan).

LPC (Least Preferred Co-worker) CONTINGENCY MODEL (Fielder) Model kontijensi efektifitas kepemimpinan ini menyimpulkan bahwa seorang menjadi pemimpin bukan hanya karena kepribadian yang dimilikinya, tetapi juga karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan bawahan. Keberhasilan seorang pemimpin tergantung (contingent) baik kepada keadaan diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi Pemimpin yang cenderung berhasil pada situasi tertentu belum tentu berhasil pada situasi yang lain. Variabel Situasional.

Fielder mengemukakan 3 dimensi variabel situasional yang mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu

1. Hubungan pemimpin dengan bawahan (anggota) (Leaser-Member Relations), sejauhmana pimpinan diterima oleh anggotanya.

2. Posisi kekuasaan atau Kekuatan posisi (Position Power), kekuasaan dari organisasi, artinya sejauhmana pemimpin mendapatkan kepatuhan dari bawahannya dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi secara formal (bukan kekuasaan yang berasal dari kharisma atau keahlian). Pemimpimpin yang memiliki kekuasaan yang jelas (kuat) dari organisasi akan lebih mendapatkan kepatuhan dari bawahannya.

3. Struktur Tugas (Task Structure), Kejelasan tugas dan tanggung jawab setiap orang dalam organisasi. Apabila tatanan tugas cukup jelas, maka prestasi setiap orang yang ada dalam organisasi lebih mudah dikiontrol dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti.

Berdasarkan tiga dimensi variabel situasional tersebut, maka ada dua gaya kepemimpinan menurut Fielder, yaitu

1. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas (task oriented), dan

2. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan dengan bawahan (Human relations).

Teori contijensi dari Fielder mengatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergatung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan sutuasi. Situasi dirumuskan dengan dua karasteristik, yaitu : situasi yang sangat menyenangkan (menguntungkan) dan situasi yang sangat tidak menyenangkan (tidak menguntungkan).

1. Situasi sangat menyenangkan (menguntungkan), adalah situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.

2. Situasi sangat tidak menyenangkan (tidak menguntungkan), adalah situasi yang dihadapi oleh manajer dengan ketidak pastian.

Dalam teori pendekatan situasional, kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang di pimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah atau sikap terhadap anak buah sesuai dengan keadaa n atau pun kemampuan anak buahnya.

Seperti yang telah di jelaskan dalam artikel yang lain tingkat kematangan atau kemapuan anak buah ada empat macam yaitu : intruksi, konsultasi, delegasi dan partisipasi. adapun gaya yan tepat di terapkan dalam keempat tingkat kematanga anak buah seperti yang telah di jelaskan oleh Miftah Thoha dala bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen adalah sebagai berikut.

Yaitu perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksankana berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.

Yaitu perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.

Yaitu perilaku pemimpin yang tinggi dukunagn dan rendah pengarahan dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, peran pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.

Yaitu perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yanng dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan tingkat kematangan anak buahnya. Hubungan antara gaya kepemimpinan dan tingkat kematangan anak buah adalah Jika anak buah dalam kematangan yang rendah maka gaya kepemimpinan yang efektif adalan instruksi. Jika kematangan anak buah sedanng bergerak dari rendah kesedang maka gaya kepemimpinan yang efektif adalah konsultasi. Jika tingkat kematangan anak buah dari sedang ke tinggi maka gaya kepemimpinan yanng efektif adalah partisipasi. Dan jika kematangan anak buah adalah tinggi maka gaya kepemimpinan yanng efektif adalah delegasi.

Menurut Wahjosumidjo (1987:219) pada dasarnya tidak ada pemimpin yang baik yang ada adalah pemimpin yang efektif, yaitu pemimpin yang selalu berubah-ubah perilakunya sesuai dengan tingkat perkembangan kedewasaan bawahannya. Oleh karena itu, seorang pemimpin dapat berperilaku efektif, akan lebih cocok apabila pemimpin itu dapat menerapkan ajaran teori kepemimpinan situasi. Dan teori kepemimpinan situasi sendiri pada hakikatnya merupakan teori yang dikembangkan dari teori kepemimpinan perilaku. Sedang teori kepemimpinan perilaku berdasarkan perkembangannya bersumber pada ajaran-ajaran yang dihasilkan oleh teori kepemimpinan sifat.

Ø Pendekatan Perilaku Diperlukan untuk Menjelaskan Kepemimpinan dalam Organisasi

Di dalam ilmu sosial, kepemimpinan mempunyai arti utama yaitu sebagia atribut suatu posisi, sebagai sifat seseorang dan sebagai kategori perilaku. Adapula yang menyebutkan kepemimpinan sebagai agen yang mempengaruhi dan orang-orang yang dipengaruhi, dalam hal ini tidak ada pemimpin tanpa pengikut. Dalam Handbook of Leadership yang ditulis Ralph M. Stogdill ditemukan beberapa definisi mengenai kepemimpinan. Salah satunya adalah kepemimpinan sebagai tindakan atau perilaku. Diambil dari konsep Shartle yang mendefinisikan suatu tindakan kepemimpinan sebagai ”one which result in others acting or responding in a share direction.

Pada tahun 1950-an, para peneliti mulai memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada pendekatan sifat. Pada saat itu peneliti mulai memberikan perhatian lebih mendalam terhadap apa yang sebenarnya yang dilakukan pemimpin dalam pekerjaannya, dalam hal ini peneliti mempelajari perilaku para pemimpin. Gagasan penyelidikan kepemimpinan sebelumnya telah dimulai pada 1945 oleh Biro Urusan dan Penelitian Ohio State University, dengan mengadakan pencatatan-pencatatan mengenai berbagai dimensi perilaku pemimpin yang efektif, pola-pola kelakuan yang bagaimana yang ditampilkan oleh para pemimpin (Wahjosumidjo :1933). Dan akhirnya dari berbagai macam pencatatan yang dilakukan diperoleh gambaran mengenai kelakuan pemimpin. Yaitu ada dua macam dimensi utama pemimpin yang dikenal dengan Konsiderasi (Consideration) dan Struktur Inisisasi (Initiation Structure). Penyelidikan tersebut dilakukan oelh Fleishman, Holpin dan Winer, Hemphill dan Coons pada tahun 1957. Pengukuran efektifitas dilakukan dengan menguji bagaimana pemimpin menggunakan waktunya dan pola aktivitas, tanggung jawab dan fungsi spesifik (Milton :1981)

Pendekatan perilaku mempunyai fokus kajian pada dua hal. Pertama adalah fokus pada sifat dari pekerjaan manajerial (pemanfaatan waktu, kajian peran, fungsi dan tanggung jawab menajerial). Kedua, fokus pada keefektifan perilaku pemimpin itu sendiri. Di dalam pengelolaan organisasi, ada dua hal yang sangat menonjol. Yaitu pengelolaan organisasi dengan lebih mengutamakan aspek yang berhubungan dengan tugas, pekerjaan, produksi. Atau pengelolaan organisasi dengan lebih mengutamakan aspek yang berhubungan dengan antar orang, perasaan, kejiwaan, emosi, kebutuhan, kepercayaan, pergaulan, dan lain-lain.Pendekatan perilaku lahir berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan nampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain akan nampak dari cara memberikan perintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara menegur bawahan, dan lain-lain. Kepemimpinan menurut Hemphill dan Coons (1957) adalah perilaku seorang individu yang memimpin aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal). Latar belakang itulah yang menjadikan pendekatan perilaku diperlukan untuk menjelaskan kepemimpinan di dalam organisasi.

Macam-Macam Gaya Kepemimpinan dalam Pendekatan Perilaku

Ronald Lippit dan Ralph K White berpendapat ada 3 gaya kepemimpinan, yaitu :

a. Otoriter, Otokratis dan diktator. Kepemimpinan gaya ini adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.

b. Demokratis. Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

c. Laissez-faire (kebebasan), liberal. Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan ke bawahan.

Model ini membagi dua macam gaya kepemimpinan, yaitu initiating structure (struktur tugas) dan consideration (tenggang rasa).

Ciri initiating stucture :

a. mengutamakan tercapainya tujuan

b. mementingkan produksi yang tinggi

c. mengutamakan penyelesaian tigas sesuai jadwal.

d. Lebih banyak melakukan pengarahan.

e. Melakukan pengawasan ketat, dll

a. Memperhatikan keputusan bawahan

b. Berusaha menciptkan suasana saling percaya.

c. Menciptakan suasana saling menghargai

d. Simpati terhadap perasaan bawahan

e. Memiliki sikap bersahabat.

3. Model Universitas Michigan

Model ini menemukan adanya dua macam oerilaku kepemimpinan, yaitu the job centered (terpusat pada pekerjaan) dan the employee-centered (terpusat pada pegawai). Oerilaku kepemimpinan yang terpusat pada pekerjaan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan perilaku struktur tugas, sedangkan perilaku terpusat pada pegawai juga mempunyai ciri yang sasma dengan perilaku tenggang rasa. (pada model Ohio). Perbedaan antara model Ohio dengan Michigan adalah, menurut hasil Ohio perilaku struktur tugas dan dan perilaku tenggang rasa berdiri bebas tidak saling mempengaruhi. Sebaliknya, pada Michigan perilaku yang terpusat pada pekerjaan dan perilaku yang terpusat pada pegawai saling berhubungan sebagai suatu kontinum.

Dalam pendekatan ini dikenal adanya dua macam perilaku pemimpin, yaitu concern for production (perhatian terhadap produksi) dan concern for people (perhatian terhadap orang). Antara perilaku perhatian terhadap produksi dan perilaku perhatian terhadap orang dapat saling pengaruh. Seorang pemimpin dapat sekaligus berperilaku memperhatikan produksi dan memperhatikan orang dengan derajat sama tinggi atau derajat berbeda. Model ini menghasilkan lima gaya, yaitu :

a. Gaya kurang efektif yang ditandai dengan rendahnya hubungan dengan orang dan hasil.

b. Gaya moderat yang ditandai dengan memperhatikan keseimbangan terhadap orientasi hubungan dengan orang dan hasil kerja pada tingkat yang cukup memuaskan.

c. Gaya yang menekankan kepuasan pegawai dengan mengorbankan penyelesaian tugas.

d. Gaya yang menekankan hasil kerja dengan mengorbankan orientasi pada orang.

e. Gaya yang berorientasi tinggi terhadap pencapaian hasil kerja dan hubungan dengan orang.

5. Empat Sistem Manajemen

Dengan mendasarkan pada adanya 2 macam perilaku kepemimpinan, yitu yang berorientasi pada tugas dan yang berprientasi pada orang, Rensis Likert membagi gaya kepemimpinan menjadi empat sistem, yaitu :

a. Sistem 1; Otokratis Pemerasan

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa segala masalah organisasi semata-mata diputuskan oleh pimpinan.

b. Sistem 2 ; Otokratis Bijak

Hampir mirip dengan sietem 1. perbedaannnya adalah bawahan sudah diberi kesempatan untuk memberikan komentar terhadap perintah pimpinan.

c. Sistem 3 ; Kepemimpinan Konsultasi

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkna bahwa dalam menetapkan tujuan, memberikan perintah, dan membuat keputusan setelah berkonsultasi terhadap bawahannya.

d. Sistem 4 ; Kepemimpinan Peranserta Kelompok

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa masalah yang timbul dalam organisasi dipecahkan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Dalam teori X, terdapat asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Pada umumnya orang tidak mau bekerja keras

b. Pada umumnya orang kurang berambisi

c. Pada umumnya orang lebih suka dipimpin

d. Pada umumnya orang tidak menyetujui perubahan.

Sedangkan dalam teori Y, asumsi-asumsinya dalah sebagai berikut :

a. Orang menyukai pekerjaannya.

b. Dorongan untuk berkembang atau maju

c. Orang akan berusaha mencapai tujuan jika dirinya memperoleh hadiah

Analisis Gaya Kepemimpinan di Fisip (Pendekatan Perilaku)

Gaya kepemimpinan di FISIP dilihat dari pendekatan perilaku lebih mengarah ke model Managerial Grid. Pada model tersebut dikenal adanya dua macam perilaku pemimpin, yaitu concern for production (perhatian terhadap produksi) dan concern for people (perhatian terhadap orang). Kepemimpinan di FISIP, dilihat dari pendekatan Managerial Grid ini lebih mengarah pada gaya yang menekankan pada hubungan dengan orang, dan menomorduakan hasil kerja. Banyak contoh yang bisa diambil untuk menggambarkan keadaan tersebut. Misalnya, pembelian mobil untuk keperluan dinas Birokrat FISIP. Hal ini adalah upaya pemuasan para pegawai, sedangkan optimalisasi dan maksimalisasi hasil kerja cenderung kurang diperhatikan.

Rekomendasi Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang sesuai adalah pada pendekatan Managerial Grid, tepatnya pada tingkat yang paling tinggi yaitu orientasi terhadap pencapaian hasil kerja dan orientasi yang tinggi ula terhadap hubungan dengan orang lain.

4). PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

a) Kekuatan-kekuatan eksternal
Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variable eksternal seperti system politik, ekonomi, teknologi, pasar, dan nilai-nilai. Kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai SDA, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan anti polusi, boikot pelanggan adalah beberapa contoh factor-faktor lingkungan yang merubah kehidupan orang baik sebagai karyawan maupun langgganan dalam tahun-tahun terakhir. Berbagai kekuatan eksternal dari kemajuan teknologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi untuk mengubah tujuan, struktur dan metode operasinya.
b) Kekuatan-kekuatan internal
Kekuatan-kekuatan pengubah internal merupakan hasil dari factor-faktor seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru serta sikap dan perilaku para karyawan. Sikap dan ketidak puasan karyawan seperti ditunjukkan dalam tingkat perputaran atau pemogokan, dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam kebijaksanaan dan praktek manajemen

VIVAnews – International Youth Conference (IYC) yang berlangsung di Yogyakarta Februari 2010 telah menghasilkan 32 resolusi penting untuk penanganan perubahan iklim dan lingkungan. Resolusi ini ditujukan kepada setiap negara di seluruh dunia.

IYC ini diikuti oleh 144 pemuda dari 37 negara. Mereka menuangkan 32 resolusi itu dalam ‘Yogyakarta Youth Declaration’.

Beberapa butir rekomendasi yang dibacakan oleh empat orang peserta konferensi, Gina Karina (Indonesia), Ginesta Confait (Seychelles), Avril Mihembre (Zimbabwe), dan Mikko Nivala (Finlandia) diantaranya adalah mendesak tiap negara mengembangkan sumber energi berkelanjutan dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan seperti energi surya, panas bumi, energi angin, dan sebagainya.

Diikuti dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu-isu lingkungan melalui media, kurikulum pendidikan dan kegiatan pemuda mendukung kepedulian pada lingkungan.

“Pemerintah perlu mendukung proyek-proyek konservasi berbasis masyarakat sumber daya alam dan pembangunan daerah teknologi hijau dan energi bersih. Dan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat yang paling rentan akibat perubahan iklim,” kata Gina, Sabtu 26 Februari 2011.

Gina menyatakan masing-masing negara mendorong pengembangan kebijakan konservasi yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat miskin dan terpinggirkan. Dan menetapkan pajak berbasis insentif kepada perusahaan untuk mendanai proyek lingkungan dan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak dan rentan.

Setiap negara diharapkan memperkuat kerjasama antara pemerintah dan swasta melakukan pengelolaan hutan lestari dalam rangka melestarikan sumber daya hutan dengan mempertimbangkan peran hutan untuk kesejahteraan umat manusia.

“Melalui mitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim dan membuat kerangka hukum memperhatikan masyarakat adat dan kearifan masyarakat lokal,” katanya.

Selain itu, setiap negara diharuskan mempromosikan pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan membangun jaringan kelembagaan yang ada baik lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, media, sektor swasta, lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga agama.

Sedangkan untuk sektor swasta, disarankan mengembangkan lebih banyak produk ramah lingkungan dan lebih banyak berinvestasi untuk program yang ramah lingkungan seperti mengurangi emisi bahan kimia, racun, dan limbah berbahaya serta gas rumah kaca.

“Swasta harus mendorong pengembangan produk penghematan energi dan mempromosikan gaya hidup lestari pekerja dengan memotivasi mereka untuk mengurangi penggunaan listrik dan lebih sering menggunakan transportasi massal,” kata Avril Mihembre perwakilan dari negara Zimbabwe.

Sedangkan untuk kalangan para pemuda, diharapkan lebih aktif terlibat dalam mempromosikan berbagi pengetahuan tentang isu-isu lingkungan global untuk masyarakat. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk penggunaan situs jejaring sosial dalam menerapkan dan mempromosikan gaya hidup yang berkelanjutan seperti mendorong penggunaan produk yang bisa didaur ulang.

Ø Mengelola Penolakan Terhadap Perubahan

Keberhasilan perubahan membutuhkan pencairan (unfreezing) status quo, perpindahan (moving) ke keadaan yang baru, dan pembekuan kembali (refreezing) perbahan tersebut agar menjadi permanen. Ada beberapa taktik dalam untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan yakni:

Pendidikan dan komunikasi

Penolakan dapat dikurangi dengan melakukan komunikasi dengan para pegawai untuk membantu mereka melihat logika dari perubahan. Taktik tersebut pada dsarnya berasumsi bahwa sumber penolakan perubahan terletak pada salah informasi atau komunikasi yang jelek. Jika para pegawai menerima fakta secara penuh dan menghilangkan kesalahpahaman, maka perlawanan tersebut akan mereda. Hal ini dicapai melalui diskusi perorangan, memo, presentasi kelompok atau laporan.

Orang sukar menolak suatu keputusan tentang perubahan jika ia terlibat di dalamnya. Dengan mengasumsikan bahwa para pegawai mempunyai keahlian untuk memberi kontribusi yang berguna, keikutsertaan mereka dapat mengurangi perubahan, mendapatkan komitmen, dan meningkatkan kualitas dari keputusan mengenai perubahan.

Agen-agen perubahan dapat menawarkan sejumlah usaha yang mendukung untuk mengurangi penolakan. Jika ketakutan serta ketegangan dari pegawai itu tinggi, maka konsultasi dan terapi pegawai, pelatihan ketrampilan baru, atau liburan pendek yang dibayar dapat membantu berlangsungnya penyesuaian.

Taktik ini mengisyaratkan pertukaran suatu yang bernilai untuk mengurangi penolakan. Misalnya jika perlawanan itu dipusatkan pada sejumlah kecil individu yang berkuasa, sebuah paket imbalan dapat dinegoisasikan untuk memenuhi kebutuhan peribadi mereka.

Manipulasi merujuk pada usaha untuk mempengaruhi secara terbuka. Memutarbalikan dan mengubah fakta agar tampak lebih menarik, menyimpan informasi yang tidak menguntungkan atau menciptakan khabar angin yang salah agar para pegawai menerima suatu perubahan. Cooptasi adalah suatu bentuk manipulasi dan patisipasi. Cooptasi berarti mencoba menyuap suatu pimpinan kelompok penolak dengan memberikan peran penting dalam keputusan mengenai perubahan. Saran dari mereka yang telah di cooptasi dicari bukan untuk menghasilkan suatu keputusan yang lebih baik tetapi hanya untuk mendapatkan persetujuan dari mereka.

Ini merupakan taktik yang menerapkan ancaman atau kekerasan langsung terhadap mereka yang menolak sperti ancaman dipindahkan, hilangnya promosi, evaluasi prestasi kerja yang negatif, atau surat rekomendasi yang jelek (Robbins, 1998: 432).

Lebih lanjut Kreitner dan Kinicki memaparkan bahwa sebelum melakukan pendekatan-pendekatan spesifik untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, terdapat empat kunci konklusi yang harus selalu diperhatian, yaitu:

1. Organisasi harus siap untuk perubahan. Seperti meja yang selalu disiapkan sebelum makan, begitu juga organisasi harus selalu siap untuk perubahan yang menunjukkan keefektifan organisasi tersebut.

2. Perubahan organisasi akan gagal jika manajemen puncak gagal dalam memberikan informasi mengenai perubahan pada anggota organisasi.

3. Jangan berasumsi bahwa anggota organisasi melakukan penolakan terhadap perubahan secara sadar. Manajer harus menggunakan model sistem perubahan untuk mengidentifikasi hambatan yang disebabkan oleh proses implementasi.

4. Persepsi atau interpretasi anggota organisasi mengenai perubahan secara signifikan dapat menyebabkan penolakan. Anggota organisasi tidak akan menolak perubahan jika mereka berpendapat bahwa keuntungan dari perubahan dapat mereka rasakan juga (2001: ).

Berdasarkan keempat hal di atas, maka para atasan, pemegang jabatan,atau manajer dari suatu organisasi disarankan untuk:

1. Memberikan informasi sebanyak mungkin mengenai perubahan kepada para pegawai.

2. Menjelaskan alasan dilakukannya perubahan.

3. Mengadakan pertemuan agar para pegawai dapat bertanya mengenai hal- hal yang berkaitan dengan perubahan.

4. Memberikan kesempatan kepada semua pegawai untuk mendiskusikan bagaimana perubahan dapat menguntungkan mereka. Rekomendasi- rekomendasi tersebut sangat penting dan dapat dikomunikasikan dengan semua pegawai selama berlangsungnya proses perubahan.

Ø Proses Pengelolaan Perubahan

Proses pengelolaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar untuk mencapai efektifitas organisasi. Pertama ada retribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, kedua retribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan.

Tahap-tahap Proses Perubahan

Proses ini dimulai ketika manajemen puncak mulai merasa adanya kebutuhan atau tekanan akan perubahan. Misalnya adanya perubahan penjualan, penurunan produktivitas dan sebagainya.

2. Intervensi dan Reorientasi

Digunakan untuk merumuskan masalah dan dimulai proses dengan membuat para anggota organisasi memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut. Pihak-pihak luar sering digunakan, juga staff internal yang mempunyai dan dipandang ahli serta dapat dipercaya sebagai konsultan atau pengantar perubahan.

3. Diagnosa dan pengenalan masalah

Informasi dikumpulkan dan dianalisa mana yang penting dan tidak penting.

4. Penemuan dan pengenalan masalah

Pengantar perubahan mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang diketemukan dan masuk akal dengan menghindari “metode-metode lama yang sama”. Bawahan didorong dan diajak untuk berpartisipasi, sehingga mereka lebih terikat pada serangkaian kegiatan.

Pada tahap keempat diuji dalam program-program yang berskala kecil dan hasilnya dianalisa.

6. Pungutan dan penerimaan

Setelah diuji dan sesuai dengan keinginan, harus diterima secara sukarela dan harus menjadi sumber penguatan dan menimbulkan keterikatan pada perubahan.

Metode-metode penanganan penolakan terhadap perubahan

1. Pendekatan Pendidikan dan Komunikasi.

Pendekatan ini bisa digunakan bila ada kekurangan informasi atau ketidak tepatan informasi dan analisa.

2. Pendekatan Partisipasi dan Keterlibatan.

Pendekatan ini bisa digunakan bila pengembangan inisiatif tidak mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk merancang perubahan dan orang-orang lainnya, mempunyai kekuasaan untuk menolak.

3. Pendekatan Kemudahan dan Dukungan.

Pendekatan ini bisa digunakan bila orang-orang melakukan penolakan karena masalah-masalah penyelesaian.

4. Pendekatan Negosiasi dan Persetujuan.

Pendekatan ini bisa digunakan bila banyak orang atau kelompok dengan kekuatan cukup besar untuk menolak akan kalah dalam suatu perubahan.

5. Pendekatan Manipulasi dan Bekerjasama.

Pendekatan ini bisa digunakan bila taktik-taktik lain tidak akan bekerja, atau mahal.

6. Pendekatan Paksaan Eksplisit dan Implisit.

Pendekatan ini bisa digunakan bila kecepatan adalah esensial dan para pengusul perubahan mempunyai kekuasaan cukup besar.

Ø Pendekatan Perubahan Organisasi

Menurut Harolod J. Leavitt menyatakan bahwa Organisasi dapat diubah melalui pengubahan struktur , teknologi dan atau orang-orangnya.

pengubahan struktur orgaisasi menyangkut modifikasi dan pengaturan sistem internal, seperti acuan kerja, ukuran, dan komposisi kelompok kerja, sistem komunikasi, hubungan-hubungan tangggung jawab atau wewenang. Pendekatan struktural dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari :

A. Aplikasi prinsip-prinsip perancangan Organisasi klasik ;

Para teoritis klasik berusaha untuk memperbaiki prestasi organisasi melalui perumusan secara jelas dan hati-hati tanggung jawab jabatan para anggota organisasi. Mereka menekankan pentingnya penciptaan pembagian kerja dan garis wewenang yang tepat. Pada saat sekarang, banyak manajer masih dapat memperbaiki prestasi organisasi mereka dengan pengubahan rentang manajemen, deskripsi jabatan, bidang-bidang tanggung jawab, hubung –hubungan pelaporan, dan sebagiannya.

Pendekatan ini berusaha menciptakan satuan –satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri dan memusatkan perhatian pada kegiatan yang berorientasi tinggi.

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa aliran kerja dan pengelompokan keahlian yang tepat akan berakibat kenaikan produktifitas secara langsung dan cendeung memperbaiki semangat kepuasan kerja.

Untuk memperbaiki prestasi organisasi F.W.Taylor dan pengikutnya mencoba menganalisa dan memperbaiki interaksi-interaksi pada karyawn dan mesein-mesin untuk meningkatkan efisiensi sehubungan dengan perubahan teknologi adakalanya perubahan yang dilakukan ternyata sering tidak cocok dengan struktur organisasi. Hal ini dapat menciptakan ketidak senangan dan pemuusan hubungan diantara para anggota organisasi akibatnya terjadi penurunan produktivitas labih banyak kecelakaan dan tingkat perputaran karyawan yang tinggi.

Penggabungan pendekatan struktural dan pendekatan tekhnologi (teknostruktural) bermaksud memperbaiki prestasi melalui perubahan berbagai aspek, baik struktur organisasi maupun teknologuinya, contohnya pengenalan teknologi baru yang diikuti pengorganisasian kembali bagiab-bagian menjadi kelompok-kelompok lebih kecil.

Contoh-contoh pendekatan perubahan teknonsrtuktural lain adalah perluasan jabatan dan pengembangan jabatan. Dengan program ini, tugas-tugas yang membuat suatu jabatan, cara-cara berbagai tugas dilaksanakan, dan hubungan-hubungan karyawan diubah untuk memperbaiki kepuasan karyawan dan barang kali meningkatkan produktivitas. Dalam pengembangan jabatan, berbagai kegiatan dari suatu bagian vertikal organisasi digabungkan menjadi satu jabatan untuk membuatnya lebih menantang.

Pendekatan orang bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemutusan pada ketrampilan sikap, persepsi dan pengharapan mereka, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif. Ketrampilan dan sikap baru ini juga dapat mendorong para karyawan untuk memprakarsai perubahan dalam struktur dalam teknologi organisasi, yang mengarah pada perbaikan prestasi organisasi.

Usaha-usaha untuk merubah perilaku dan sikap orang dapat diarahkan kepada perseorangan, kelompok atau organisasi sebagai keseluruhan. Teknik yang sering digunakan adalah pengembangan organisasi.

Ø Konsep Pengembangan Organisasi

1. Pengertian Pengembangan Organisasi (OD)
a.Strategi untuk merubah nilai-nilai daripada manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu adaptif dengan lingkungannya.
b.Suatu penyempurnaan yang terencana dalam fungsi menyeluruh (nilai dan struktur) suatu organisasi.
2. Mengapa Pengembangan Organisasi (OD) Perlu Dilakukan?
Dalam kenyataannya organisasi seringkali terjadi stagnan yang disebabkan keengganan manusia untuk mengikuti perubahan, dimana perubahan dianggap bisa menyebabkan dis equilibrium. Hal ini mengakibatkan patologi dalam organisasi sehingga perlu dilakukan evaluasi, adaptasi, kaderisasi dan inovasi.
Sebab-sebab penolakan/ penentangan terhadap perubahan adalah :
a.Security
Merasa tidak aman dengan kondisi baru yang belum diketahui sehingga perlu penyesuaian.
b.Economic (berkaitan dengan untung rugi)
Organisasi cenderung menolak perubahan karena tidak mau menanggung kerugian dengan adanya perubahan.
c.Psikologis dan budaya/kebiasaan
Ø Persepsi
Persepsi yang salah bisa menjadi sumber terjadinya sikap menentang terhadap perubahan.
Ø Emosi
Emosi akan menimbulkan prasangka sehingga cenderung menolak perubahan.
Ø Kultur
Berguna sebagai dasar dalam menilai hal-hal baru yang diterimanya.
Faktor –faktor penyebab dilakukannya pengembangan organisasi adalah :
a. Kekuatan eksternal
Ø Kompetisi yang semakin tajam antar organisasi.
Ø Perkembangan IPTEK.
Ø Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial yang membuat organisasi berfikir bagaimana mendapatkan sumber diluar organisasi untuk masa depan organisasi.
b. Kekuatan internal
Struktur, sistem dan prosedur, perlengkapan dan fasilitas, proses dan sasaran bila tidak cocok akan membuat organisasi melakukan perbaikan. Perubahan organisasi dilakukan untuk mencocokkan dengan kebutuhan yang ada.
Didalam OD terdapat pendekatan integratif yaitu :
a. Adanya organisasi dan manajemen yang terencana ke arah organisasi dan manajemen yang manusiawi.
b. Adanya perkembangan konsepsi latihan kepekaan dan studi laboratorium. Pemikiran ini didahului oleh Kurt Lewin mengenai Counter Group bergeser pda Incounter Group. Hal ini dirasa tidak bisa membantu didalam prakteknya.
c. Pengembangan potensi manusia.
Geseran didalam OD terjadai pada nilai, proses dan teknologi.
a. Geseran / perubahan nilai yang dibawa OD diantaranya adalah:
Ø Penggunaan seluruh sumber-sumber yang tersedia.
Ø Pengembangan potensi manusia.
Ø Efektivitas dan kesehatan organisasi.
Ø Pekerjaan yang menarik dan menantang.
Ø Kesempatan untuk mempengaruhi lingkungan kerja.
Ø Penerimaan terhadap kemanusiaan.
Nilai yang dicari untuk mengembangkan OD adalah nilai yang dianggap tepat, benar dan baik dalam pengelolaan SDM.
b. Geseran proses meliputi:
Ø Proses efektif
Ø Proses manajemen
Ø Proses pelaksanaan kerja
c. Geseran teknologi yang diutamakan adalah teknologi yang bisa menjawab kualifikasi posisi manusia.

3. Karakteristik Pengembangan Organisasi
a. Keputusan penuh dengan pertimbangan.
b. Diterapkan pada semua sub sistem manusia baik individu, kelompok dan organisasi.
c. Menerima intervensi baik dari luar maupun dalam organisasi yang mempunyai kedudukan di luar mekanisme organisasi.
d. Kolaborasi.
e. Teori sebagai alat analisis.
4. Langkah-Langkah Pengembangan Organisasi
a. Penilaian keadaan.
b. Pemecahan masalah.
c. Implementasi.
d. Evaluasi.
4.1. ACTION RESEARCH (PENELITIAN TINDAKAN)
Action Research merupakan tindakan pemecahan masalah organisasi yang dilakukan dengan berbasiskan data maupun model-model teori.
A. Tahap Penilaian Keadaan.
Didalam mengembangkan action research pada pengembangan organisasi menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari 4 komponen (Karl Albrecht) yaitu:
1.Sistem sosial
a. Orang-orang yang menjadi anggota organisasi.
b. Kekuatan formal dalam organisasi.
c. Nilai-nilai yang hidup dalam organisasi.
d. Norma-norma.
e. Sistem ganjaran.
f. Iklim sosial.
g. Jaringan komunikasi.
2.Sistem teknik
a. Orang-orang sebagai faktor produksi.
b. Fasilitas-fasilitas yang dipakai dalam faktor produksi.
c. Sumber modal.
d. Bahan mentah.
e. Arus kegiatan/ kerja.
f. Metode dan prosedur kerja.
3.Sistem administrasi
a. Orang-orang yang melakukan aktivitas pekerjaan.
b. Struktur organisasi.
c. Unit-unit yangada dalam organisasi.
d. Media yang digunakan dalam penyampaian informasi.
e. Arus informasi.
4.Sistem strategi
a. Kelompok manajemen puncak.
b. Hubungan hierarkhi.
c. Sistem perencanaan.
d. Petunjuk tertulis tentang prosedur kerja.
e. Sistem informasi manajemen.
Selain 4 komponen pendekatan system diatas, untuk mengadakan penilaian keadaan dapat pula dengan mempertimbangkan gaya kepemimpinan dan pengembangan kelompok.
B.Tahap Pemecahan Masalah
1. Perumusan pemecahan masalah
a. Permasalahan yang hendak dipecahkan dicari gejala permasalahannnya.
b. Apakah yang harus diubah untuk memecahkan permasalahan tersebut.
c. Sasaran apa yang diharapkan dari perubahan dan bagaimana sasaran itu diukur.
2. Peroleh data.
3. Analisa data.
C. Tahap Implementasi
Didalam tahap implementasi ini ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan yaitu:
1. Share power (karyawan/ staf dan pimpinan mempunyai posisi yang sama dalam pengambilan keputusan).
2. Delegated (seberapa jauh karyawan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan)
3. Unilateral (tidak melibatkan karyawan)
Sedangkan Albrecht menitik beratkan tahap implementasi pada model “gelandang eksekutif” yaitu yang melakukan pengembangan dalam organisasi adalah pihak eksekutif (top manajer) dimana setiap anggota top manajer harus memberikan perhatian dan tanggungjawab pada pelaksanaan kerja. Tugas dari gelandang eksekutif itu sendiri adalah:
a. menyetujui agar setiap pekerjaan dapat dilaksanakan.
b. Meminta sumbangan pemikiran dari berbagai eksekutif.
D.Tahap Evaluasi
Tujuan :
1. Kesinambungan program.
2. Usaha membandingkan hasil dengan aktivitas yang dilakukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap evaluasi:
1. Peninjauan Program.
Artinya setiap kegiatan harus dikaitkan dengan keseluruhan program.
2. Menentukan fakta baru.
Artinya harus melihat kembali 4 komponen pendekatan sistem.
Ø Sistem sosial (menyangkut norma dan nilai yang tumbuh dalam organisasi)
Ø Sistem teknik (menyangkut perubahan dan mencari nilai positif dari perubahan).
Ø Sistem administrasi (berkaitan dengan informasi dari pimpinan ke staf/karyawan atau sebaliknya apakah ada hambatan atau tidak).
Ø Sistem strategi.
Keempatnya dikaitkan dengan meningkat atau menurunnya produktivitas sehingga akan dapat diketahui berhasil atau tidaknya tujuan organisasi.
3. Mementingkan yang positif.
4. Lebih memfokuskan pada hal-hal yang sedang berlangsung.
5. Menciptakan penghargaan dan keyakinan bahwa keadaan akan menjadi baik.

5). DASAR-DASAR PROSES PENGAWASAN

Pengertian Pengawasan
Kamis, 1 Juli :53:28 – oleh : yosa

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual activities conform the planned activities.

Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai:

“pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.”

“suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.”

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai

“proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.”

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control).

Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

a. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;

b. menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;

c. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

Tipe pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Tipe PengawasanPengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi?deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber?sumber daya yang digunakan pada organisasi?organisasi. Sumber?sumber daya ini harus memenuhi syarat?syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas?tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan?bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin?mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber­-sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran?sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi.

Pengawasan feedback (feedback control). Memusatkan perhatian pada hasil?hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi?operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil?hasil historikal mempengaruhi tindakan?tindakan masa mendatang.

Selain itu terdapat tiga tipe pengawasan lainnya, antara lain:

1. Pre control. Control that takes place before work is performed is called pre control, or feed?forward control. Managers using this type of control create policies, procedures, and rules aimed at eliminating behavior that will cause undesirable work results … In sum, pre control focuses on eliminating pre­dicted problems.

2. Concurrent Control. Control that takes place as work is being performed is called concurrent control. It relates not only to employee performance, but also to such non human areas as equipment performance and department appearance

3. Feedback Control. Control that concentrates on past organizational performance is called feedback control. Managers exercising this type of control are attempting to take corrective action by looking at organizational history over a specified time period

Terdapat tiga fase pengawasan, yaitu (1) pengawasan awal, (2) pengawasan tengah berjalan, dan (3) pengawasan akhir. Lebih lanjut Maman Ukas memperjelas bahwa:

Maksud dari pada pengawasan awal yang mendahului tindakan adalah tiada lain untuk mencegah serta membatasi sedini mungkin kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan sebelum terjadi. Dengan kata lain tindakan berjaga-jaga sebelum memulai suatu aktivitas. Sedangkan pengawasan tengah berjalan dilakukan untuk memantau kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dengan cara membandingkan standar dengan hasil kerja, sehingga perlu ada tindakan-tindakan korektif untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan. Bukan hanya manajer yang bertindak, tetapi bawahan pun dapat melakukannya untuk dapat memberikan masukan pada organisasi bagi tindakan-tindakan perencanaan yang akan berulang di masa yang akan datang. Sebenarnya pengawasan akhir tidak berdiri sendiri tetapi merupakan hasil kombinasi pada pengawasan awal dan tengah.

Gambar 2.3 Lingkup Waktu Pengawasan

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap suatu aktivitas kerja dapat dilakukan sebelumnya, sedang berjalan dan sesudah proses kegiatan berakhir. Dengan demikian, maka sistem pengawasan harus dirancang sesuai dengan kegiatan-kegiatan tepat pada waktunya.

Ø Tahap-tahap Proses Pengawasan

Menurut Kadarman (2001, hal. 161) langkah-langkah proses pengawasan yaitu:

a. Menetapkan Standar
Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan, maka secara logis hal irri berarti bahwa langkah pertama dalam proses pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini adalah menentukan standar.
b. Mengukur Kinerja
Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi kinerja yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan.
c. Memperbaiki Penyimpangan
Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Menurut G. R. Terry dalam Sukama (1992, hal. 116) proses pengawasan terbagi atas 4 tahapan, yaitu:
1. Menentukan standar atau dasar bagi pengawasan.
2. Mengukur pelaksanaan
3. Membandingkan pelaksanaan dengan standar dan temukanlah perbedaan jika ada.
4. Memperbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pengawasan dilakukan berdasarkan beberapa tahapan yang harus dilakukan.
• Menetapkan standar pelaksanaan (perencanaan)
Sehingga dalam melakukan pengawasan manajer mempunyai standard yang jelas.
• Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Mengukur kinerja pegawai, sejauh mana pegawai dapat menerapkan perencanaan yang telah dibuat atau ditetapkan perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara optimal.
• Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisa penyimpangan-penyimpangan
• Pengambilan tindakan koreksi
Melakukan perbaikan jika ditemukan penyimpangan¬-penyimpangan yang terjadi.

Jika kita melakukan kilas balik pada tahun 2010, banyak sekali masalah yang terjadi di Indonesia. Semua masalah ini hanya mempunyai 1 sumber yakni pengawasan. Pengawasan memiliki definisi yang berbeda-beda, tapi dapat dijadikan 1 arti yang dapat mencakup semuanya. Arti luas pengawasan adalah proses dalam mengukur kinerja dari suatu perencanaan dengan hasil yang dilihat pada realitas.[1] Jika kita melakukan pengawasan, kita telah memastikan hasil yang kita dapat akan memenuhi hasil yang sudah kita rencanakan.Pada negara-negara maju, proses pengawasan sangat dilakukan dengan serius sehingga dapat melingkupi segala aktifitas yang sudah direncanakan. Lain halnya dengan Indonesia, pemerintahan di Indonesia telah merencanakan segalanya dengan sangat baik, tetapi dikarenakan oleh kurangya pengawasan, menyebabkan rencana yang baik itu pun gagal total. Kita dapat membuktikan hal tersebut dengan melihat kondisi stabilitas Indonesia yang sangat menghawatirkan akhir-akhir ini. Kekacauan terjadi disegala aspek kehidupan, mulai dari aspek politik, social, ekonomi, kultur-budaya, hukum dan lain sebagainya.

Salah satu dari indikasi yang mempunyai kaitan erat dengan masalah-masalah diatas adalah semakin meningkatnya perilaku korupsi yang terjadi disegala bidang, mulai dari lapisan lembaga tingkat pusat sampai tingkat daerah. Bahkan yang lebih parah lagi, tindakan tersebut dilakukan secara terbuka tanpa ada tekanan moral yang seharusnya menjadi telah prinsip utama mereka sejak terpilih menjadi wakil rakyat. Kasus korupsi yang paling mudah adalah korupsi dari polisi lalu lintas kepada para pemakai jalan. Polisi lalu lintas sering meminta uang lebih kepada pemakai jalan yang melanggar peraturan yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh pemerintah sendiri. Tetapi dikarenakan sangat minim nya pengawasan pada para polisi lalu lintas tersebut, maka masalah korupsi kecil ini pun tidak dapat terhindarkan.

Pada perencanaan nya, saya sangat yakin bahwa semuanya sudah sangat sempurna, tapi pada realitanya, semua kacau.

Masalah selanjutnya mengacu pada aspek ekonomi seperti bangkrutnya PT Bank Century Tbk. Ini merupakan berita yang cukup menggemparkan Indonesia pada tahun 2010, juga merupakan sebuah masalah yang menambah panjangnya daftar masalah pada aspek ekonomi yang disebabkan oleh kurangnya manajemen dan pengawasan di Indonesia. Mengingat besarnya Bank Century, masalah ini tidak mungkin terjadi semudah membalikan telapak tangan. Menurut para pengamat ekonomi, kebangkrutan ini terjadi dikarenakan buruknya manajemen dan kurangnya pengawasan BI. Faktor lain penyebab kebangkrutannya adalah, Bank Century juga melakukan hal yang menyepelekan perbankan, yaitu penempatan dana yang sembrono di pasar uang. Kasus ini membuktikan bahwa Bank Century tidak berhati-hati pada perbankan yang membuatnya tidak mampu membayar hutang dan mengalami kebangkrutan. Dalam kasus perbankan, manajemen pengawasan merupakan hal yang sangat penting dan butuh perhatian yang cukup besar mengingat dana besar para pemegang saham dan debitur telah dipercayakan pada Bank Century.[2]Keadaan semakin diperparah dengan kondisi lembaga hukum yang juga mengalami kemerosotan yang sangat mengenaskan, dimana rasa dan nilai-nilai keadilan semakin jauh dari lembaga ini. Hal ini kita ditandai dengan semakin merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Bukti konkrit yang mudah terlihat adalah meningkatnya tindakan-tindakan yang menyalahi hukum, seperti tindakan main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat didalam merespon pada tindakan pidana seseorang. Selain itu, demonstrasi sering terjadi dimana-mana. Kekacauan ini didasari oleh rasa frustasi masyarakat terhadap lembaga hukum dan lemahnya respon pemerintah yang tidak menjalankan fungsi dengan semestinya. Maka sekali lagi, pengawasan sangatlah diperlukan jika kita ingin menghapus segala masalah diatas.

Fungsi pengawasan secara umum dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi prefentif dan fungsi represif. Yang dimaksud dengan fungsi prefentif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum ada kejadian dalam arti lain tindakan ini bisa disebut dengan tindakan berjaga-jaga atau pencegahan. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan represif, yaitu tindakan yang dilakukan setelah adanya kejadian dalam kata lain tindakan ini dapat disebut dengan tindakan langsung.[3]Pemerintah sebagai wujud dari kedaulatan rakyat mempunyai tugas untuk melaksanakan amanah yang telah diembannya, namun bagaimanapun subjek pemerintah dalam hal ini aparatur pemerintah tidaklah selalu senantiasa melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan berbagai kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang menjalankan. Oleh karena itu perlu adanya suatu lembaga yang dapat mengawasi segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurut Prof. Dr. Muchsan SH, dalam pengawasan tersebut meliputi dari perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah. Dimana yang menjadi objek dari pengawasan disini meliputi aparatur pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, serta sarana yang digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Tahapan awal (tahap perencanaan) didalam pembuatan kebijakan adalah menganalisa kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat lalu menyesuaikannya dengan undang-undang yang berlaku. Kedua adalah proses perencanaan, lembaga yang mempunyai peran penuh (Full Power) didalam menjalankan pengawasan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam pasal 20 A UUD 1945 yang berbunyi; “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” dan dipertegas dengan pasal 21 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang.” Dengan adanya pasal-pasal tersebut, DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap proses dari suatu rancangan perundang-undangan, sehingga meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang. Selepas dari tahap pengawasan, ada tahap pelaksanaan. Pada tahap ini yang berperan sebagai pengawas ada berbagai macam yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu lembaga formal dan lembaga nonformal. Yang dimaksud dengan lembaga formal adalah lembaga di yang didasari oleh UUD atau UU, sedangkan lembaga nonformal adalah lembaga independen.[4]Untuk memaksimalkan fungsi pengawasan, berbagai lembaga pun ikut andil. Pertama adalah pengawasan politik, pengawasan ini dilakukan oleh lembaga-lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Peradilan Tindak Pidan Korupsi (TIPIKOR).

Kedua, pengawasan sosial pengawasan ini dilakukan oleh masyarakat sendiri, seperti Opini yang disampaikan dalam kolom yang biasanya telah disediakan oleh media-media cetak seperti Koran, majalah atau dengan cara melakukan demontrasi.

Berbeda dengan pengawasan sebelumnya, pengawasan ketiga merupakan pengawasan yang tidak dijalankan oleh orang lain, melainkan lembaga itu sendiri baik secara formal seperti dengan cara mengeluarkan peraturan oleh departemen terkait persoalan internal. Contoh ini disebut pengawasan administratif. Sistem pengawasan administratif dibagi dua menjadi pengawasan intern dan pengawasan fungsional.

Pengawasan keempat adalah pengawasan yuridical. Pengawasan yuridical bisa juga disebut pengawasan kehakiman. Arti dari pengawasan kehakiman disini adalah kekuasaan untuk mengadili. Berdasaran UU No. 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, yang melaksanakan kekuasaan kehakiman adalah lembaga peradilan yang berpuncak Mahkamah Agung. Secara teoritis suatu peradilan tidak bisa terjadi begitu saja, melainkan diperlukan beberapa bukti konkrit seperti adanya sengketa yang sengit. Persengketaan juga harus melibatkan dua pihak atau lebih. Setelah memenuhi bukti konkrit di atas, peradilan harus didasari oleh suatu aturan hukum yang abstrak yang dapat diterapkan terhadap sengketa tersebut dan adanya suatu aparatur peradilan yang mempunyai kewenangan untuk memutus sengketa hukum tersebut.

Pengawasan kelima dijalankan oleh Ombudsman, sebuah lembaga independen yang tidak mempunyai kewenangan secara hukum. Pernyataan ini berarti Ombudsman tidak memiliki akibat hukum. Sehingga apabila ada indikasi-indikasi penyimpangan didalamnya, lembaga ini tidak mempunyai atau tidak dapat dikenai sangsi.

Pengawasan terakhir adalah pengawasan independen. Yang terlibat dalam pengawasan ini bukanlah lembaga negara, melainkan suatu organisasi yang didirikan personal tanpa adanya peran serta negara dalam perencanaan, pelaksanaan, serta control dari keefektifan lembaga ini. Biasanya lembaga ini mendapat dukungan dari perorangan, perusahaan, atau lembaga-lembaga sosial baik dari dalam atau luar negeri. Lembaga ini mempunyai independensi yang sangat tinggi, sehingga daya kontrolnya dapat dipastikan mempunyai kualitas yang sangat tinggi juga. Biasanya lembaga ini berbentuk lembaga sosial seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Contoh LSM yang cukup terkenal di Indonesia adalah ICW dan PUKAT.[5]Jadi, pengawasan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mencapai suatu keseimbangan antara rencana dan hasil. Sehingga sangatlah diperlukan adanya lembaga-lembaga baik independen atau non-independen yang dapat mengontrol terutama pengawasan pada tahap pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. Hal ini dikarenakan pada tahap pengawasan, keberhasilan dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan juga dipertaruhkan.[6]Setelah menganalisa seluruh bacaan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa arti pengawasan menurut pandangan ekonomi adalah, “Memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana, sehingga harus ada perencanaan tertentu dan instruksi dan wewenang kepada bawahan kita. Harus merefleksikan sifat-sifat dan kebutuhan dari aktifitas yang harus dievaluasi, dapat dilakukan dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan, fleksibel, dapat merefleksikan pola organisasi, ekonomis, dapat dimengerti dan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.”[7]Ø Perancangan Proses Pengawasan

H. Newman menetapkan prosedure sistem pengawasan dimana dikemukakan 5 jenis pendekatan, yaitu:
1) Merumuskan hasil yang di inginkan
Yang dihubungkan dengan individu yang melaksanakan.
2) Menetapkan penunjuk hasil
Dengan tujuan untuk mengatasi dan memperbaiki penyimpangan sebelum kegiatan diselesaikan, yaitu dengan:
• Pengukuran input
• Hasil pada tahap awal
• Gejala yang dihadapi
• Kondisi perubahan yang diasumsikan
3) Menetapkan standar penunjuk dan hasil
Dihubungkan dengan kondisi yang dihadapi.
4) Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik
Dimana komunikasi pengawasan didasarkan pada prinsip manajemen by excetion yaitu atasan diberi informasi bila terjadi penyimpangan pada standar.
5) Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi

Ø Bidang-bidang Pengawasan Strategik

Pengawasan pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial telah dilaksanakan secara periodik dan khusus, baik oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan juga oleh BPK RI sebagai aparat pengawasan ekstern pemerintah, namun belum seluruh Satuan kerja (Satker) dapat terjangkau dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal dikarenakan belum sebandingnya antara sasaran obyek pemeriksaan dengan jumlah sumber daya manusia (auditor).

Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial RI sebagai salah satu unit pengawasan internal pemerintah telah melakukan perubahan sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perubahan paradigma pengawasan, bahwa pengawasan tidak hanya berperan sebagai “watch dog” semata tetapi juga harus bisa menjadi mitra sebagai early warning signs (pemberi peringatan dini), quality assurancedan advicory management bagi pelaku/pelaksana pembangunan kesejahteraan sosial di Kementerian Sosial RI, sehingga apabila program/organisasi telah menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan, penanggulangannya bisa segera dilakukan. Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial RI diharapkan mampu “mengawal” arah pembangunan nasional bidang kesejahteraan sosial dalam mencapai tujuan, dan berperan dalam memperbaiki/mengoreksi kesalahan dalam upaya memperkecil peluang penyelewengan terhadap pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial RI No. 86/HUK/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Sosial. Dan fungsi yang diemban yaitu:

1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Sosial;

2. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Sosial terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;

3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Sosial;

4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Sosial;

5. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

Dari tugas dan fungsi tersebut ada tiga sasaran yang ingin dicapai dalam perannya sebagai quality assurance pada pelaksanaan program Pembangunan Kesejahteraan Sosial yaitu:

1. Meningkatnya opini Laporan Keuangan Kementerian Sosial RI dari WDP menjadi WTP;

2. Meningkatnya hasil penilaian kinerja (LAKIP) oleh Kemen-PAN dan RB dari nilai “CC” (cukup) menjadi “B” (baik);

3. Meningkatnya penilaian oleh KPK terhadap Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) dari nilai “cukup” menjadi “baik”.

Untuk menghadapi berbagai permasalahan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis di bidang pengawasan dalam mendukung pembangunan kesejahteraan sosial yang efektif, efisien, ekonomis, transparan dan akuntabel sebagai berikut:

1. Meningkatkan profesionalisme aparat pengawasan fungsional, bahwa pelaksanaan pengawasan fungsional harus didasarkan pada suatu standar keahlian dan keterampilan teknis yang memadai serta didukung integritas pribadi yang matang dan independen;

2. Meningkatkan manajemen dan mengembangkan sistem informasi pengawasan serta menyajikan informasi hasil pengawasan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

3. Mendorong terlaksananya sistem pengendalian internal pada setiap institusi sosial dan pengawasan melekat oleh para atasan langsung secara berjenjang, sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi, dan tersusunnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP);

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pengawasan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 14 September 2011, disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Program dan kegiatan penguatan fungsi pengawasan untuk mencapai target Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada Tahun 2011;

2. Peningkatan Program untuk penyediaan auditor sehingga sebanding dengan kebutuhan untuk masing-masing bidang Inspektorat;

3. Prioritas program pengawasan ditujukan untuk beberapa program yang berpotensi timbulnya penyimpangan, mengingat keterbatasan anggaran belum mampu menjangkau semua Satuan Kerja yang harus diawasi.

Ø Alat Bantu Pengawasan Manajerial

Alat-alat pengawasan yang paling dikenal dan paling umum digunakan adalah :
1) Manajemen Pengecualian (Management by Exception)
Manajemen pengecualian adalah teknik pengawasan yang memungkinkan hanya penyimpangan kecil antara yang direncanakan dan kinerja aktual yang mendapatkan perhatian dari wirausahawan. Manajemen penegecualian didasarkan pada prinsip pengecualian, prinsip manajemen yang muncul paling awal pada literatur manajemen. Prinsip pengecualian menyatakan bahwa bawahan menangani semua persoalan rutin organisasional, sementara wirausahawan menangani persoalan organisasional non rutin atau diluar kebiasaan.
2) Management Information System (MIS)
MIS yaitu suatu metoda informal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi yang dilaksanakan secara efektif.

MIS dirancang melalui beberapa tahap utama yaitu :
1. Tahap survei pendahuluan dan perumusan masalah.
2. Tahap desain konseptual.
3. Tahap desain terperinci.
4. Tahap implementasi akhir.

Kriteria agar MIS berjalan efektif, yaitu :
• Mengikut sertakan pemakai dalam tim perancangan
• Mempertimbangkan secara hati-hati biaya system
• Memperlakukan informasi yang relevan dan terseleksi

• Adanya pengujian pendahuluan
• Menyediakan latihan dokumentasi tertulis bagi para operator dan pemakai system

Sedangakan criteria utama MIS efektif yaitu :
• Pengawasan terhadap kegiatan yang benar
• Tepat waktu dalam pemakainya
• Menekan biaya secara efektif
• System yang digunakan harus tepat dan akurat
• Dapat diterima oleh yang bersangkutan

3) Analisa Rasio
Rasio adalah hubungan antara dua angka yang dihitung dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Analisa rasio adalah proses menghasilkan informasi yang meringkas posisi financial dari organisasi dengan menghitung rasio yang didasarkan pada berbagai ukuran finansial yang muncul pada neraca dan neraca rugi-laba organisasi.
4) Penganggaran
Anggaran dalam organisasi ialah rencana keuangan yang menguraikan bagaimana dana pada periode waktu tertentu akan dibelanjakan maupun bagaimana dana tersebut akan diperoleh. Anggaran juga merupakan laporan resmi mengenai sumber-sumber keuangan yang telah disediakan untuk membiayai pelaksanaan aktivitas tertentu dalam kurun waktu yang ditetapkan. Disamping sebagai rencana keuangan, anggaran juga merupakan alat pengawasan.
Anggaran adalah bagian fundamental dari banyak program pengawasan organisasi. Pengawasan anggaran atau Budgetary Control itu sendiri merupakan suatu sistem sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi kegiatan-kegiatan manajerial, dengan membandingkan pelaksanaan nyata dan pelaksanaan yang direncanakan.

Ø Managemen By Exception (MBE)

Management by exception is an approach that sometimes makes use of methods and procedures outside the normal policies and procedures in order to achieve a certain purpose. This approach can be used as part of the response to an issue that arises during a specific project or during the course of some type of ongoing function within the company structure. This appearance of some type of deviation from the anticipated or budgeted results calls for adapting and in some cases abandoning normal management processes in favor of an approach that is likely to produce a positive response to those abnormal results.

In many cases, management by exception or (MBE) requires that the manager delegate specific functions to others who are part of the team or group impacted by the abnormal results. Within the scope of that employee’s duties, he or she will likely use processes designed to specifically address that deviation, while the remainder of the team continues to use standard operating procedures and practices to manage other company functions. Degrees at LSBF – Multiple Study Destinations, Guaranteed Job Offer!

Certified Balanced Scorecard Courses in Sydney this February

Basel III and Best Practices From Moody’s Analytics

Get paid to translate simple documents from your home!

Learn what Business Analytics Can Do for Your Org. Get Info

The degree of involvement that the manager retains in this process will vary, depending on the corporate culture and the nature of the exception. In some cases, the management by exception will focus on developing an alternative procedure to address the issue, then hand off the responsibility for implementing that procedure to a member of his or her team. This approach does have some merit, in that the exception is addressed without creating undue demands on the manager’s time. This helps to ensure that other functions under the care of the manager do not suffer due to a lack of attention, allowing the company to continue functioning at a higher rate of efficiency. With a management by exception approach, the manager continues to be held accountable to superiors in the company’s chain of command, but avoids the danger of micromanaging the activities of each team member. Assuming that the team members are selected with care and are empowered by the right type of training, the manager spends less time looking over the shoulder of each employee and more time functioning as a facilitator and a resource to each of the members of his or her team. The end result of management by exception can be the incremental development of current employees for management positions that may be available in years to come, as well as the opportunity for employees to develop and demonstrate talents and abilities that may have been less apparent in a more restrictive atmosphere.

Software. Create simple and complex KPI views. No coding. View Demo

Benchmark methods are utilized to measure software development

Revitalise performance measures with David Parmenter’s winning KPIs

See the delegation of you domain all the way from the root-servers

Ø Management Information System (MIS)

Definition
In a management information system, modern, computerized systems continuously gather relevant data, both from inside and outside an organization. This data is then processed, integrated, and stored in a centralized database (or data warehouse) where it is constantly updated and made available to all who have the authority to access it, in a form that suits their purpose.o Karakteristik-karakteristik Pengawasan Yang Efektif

Pengawasan yang efektif didasarkan pada sisitem informasi
manajemen yang efektif. sisitem informasi manajemen dapat ditetapkan
sebagi metode formal yang memberikan informas yang dibutukan oleh
manajer dalam melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Nilai
informasi yang diberikan bergantung pada kualitas, kuwantitas dan
relevansi data yang diberikan dengan kegiatan manejemen. Dan
informasi yang dibutukan oleh manejer berbeda – beda bertgantung pada
keadaan yang dibutuhkan.
Pengawasan yang efektif harus melibatkan semua kalangan dan
tingkatan manejer dari tingkt atas sampai tingkat bawa, dan kelompok –
kelompok kerja konsep pengawasan efektif ini mengacu pada
pengawasan mutu terpadu atau (TQC) total qualiti control.
Didalam dunia pendidikan QTC akan dapat efektif, jika pada tiap
tingkatan pendidikan mempunyai keterpaduan, kerjsama yang baik antara
kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam melakukan pengawasan
mutu. Partisipasi penuh setiap tingkatan atau kelompok dalam melakukan
pengawasan mutu biasanya disebut dengan gugus kendali mutu (GKM) yang betujuan menjamin keberhasilan pengendalian mutu terpadu.
Prinsip yang digunakan adalah kontribusi setiap anggota yang berupa
saran yang dipertimbangkan dan relevan dengan program dan nilai- nilai
yang dimiliki. Dalam hal ini tidak dikenal atasan dan bawahan tetapi
dengan komitmennya demi perbaikan mutu.
Beberapa kondisi yang harus dip erhatikan jika pengawasan ini
dapat berfungsi efektif, antara lain:
1. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan dan kriteria yang
dipergunakan dalam system pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas,
efisiensi, dan produktifitas tujuan – tujuan pendidikan dalam
berbagai tingkatan, mulai dari tujuan pendidikan nasional hingga
tujuan tujuan mata pelajaran agar standar pengawasan pendidikan
berjalan efektif dan efisien semua itu harus dipahami dan
diterimaoleh setiap anggota. Sebagai contoh system EBTANAS
sebagai kendali mutu pendidkan harus dianggap normal dan perlu.

2. Ada dua standar yang dapat di capi dan harus ditentukan dalam tujan
utamanya diantaranya : 1. Untuk memotifasi dan 2. Untuk dijadikan
patoakan guna membandingkan dengan prestasi. Sehingga dapat
penulis ambil kesimpulan bahwa sebua pengawasan yang efektif
dapat memotifasi selusuh anggota untuk mencapai prestasi dan
tujuan organisasi.
3. Pengawasan hendaknya di sesuaikan dengan sifat dan tujuan serta
kebutuan organisasi.4. Banyaknya pengawasan harus dibatasi, karena bila terlalu sering dan
terlalu ketat maka bisa menimbulkan presepsi bahwa pengawasan
tersebut adalah pengekangan.
5. System pengawasan harus fleksibel, yang dapat menunjukan kapan
dan dimana tindakan korektif tersebut harus dilakukan
6. Pengawasan hedaknya mengacu pada tindakan perbaikan, yang tidak
hanya menunjukan penyimpangan dari standar yang ada tetapi juga
menyediakan alternative perbaikan da n menentukan tindakan
perbaikan.
7. Pengawasn hendaknya mengacu pada tindakan pemecahan masalah.
Dari tujuan kondisi tersebut diatas kesemuanya harus diperhatikan
ketika kita hendak melakukan pengawasn agar dapat berjalan dengan
baik dan didukung oleh semua karyawan yang ada dan yang berkerja
dalam organisasi sekolah atau perusahaan tersebut. Yang paling penting
pengawasan harus dilakukan oleh unit organisasi yang independen
(berdiri sendiri) yang terdiri dari para orang-orang yang propesional dan
sanggup memberikan saran, jalan keluar dan pemecahan masalah baik
yang bersifat koreksi maupun yang bersifat pencegahan. Pengawasan
sedikitnya dilakukan dua kali dalam setahun agar muda mengkoreksi
semua penyimpangan dengan muda.

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

Pendekatan orang bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemutusan pada ketrampilan sikap, persepsi dan pengharapan mereka, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif. Ketrampilan dan sikap baru ini juga dapat mendorong para karyawan untuk memprakarsai perubahan dalam struktur dalam teknologi organisasi, yang mengarah pada perbaikan prestasi organisasi

SUMBER MATERI: DARI INTERNET

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook